Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lenny Hidayat, SSos, MPP
Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi

Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi (ESG)

Strategi Mitigasi Konflik Isu Identitas

Kompas.com - 26/02/2018, 15:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SERANGKAIAN kejadian kekerasan berlatar intoleransi yang belakangan menimpa berbagai tokoh agama, termasuk dari kalangan minoritas tidak sepatutnya disikapi sebagai peristiwa temporal. Sekalipun, dalam beberapa kasus muncul asumsi-asumsi seolah-olah peristiwa tersebut hanyalah kejadian acak dengan pelaku yang diasumsikan "gila".

Pertanyaannya kemudian, ketika potensi bencana alam saja bisa diberlakukan mitigasi, apakah perilaku manusia semacam ini tidak bisa dideteksi lebih dini?
 
Insiden kekerasan itu misalnya mulai dari penyerangan jemaah dan pemimpin umat di Gereja Lidwina, intimidasi terhadap biksu Mulyanto di Legok, Banten, hingga penganiayaan terhadap  KH Hakam Mubarok, pimpinan pondok pesantren Muhammadiyah Karangasem Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Insiden-insiden ini seolah membuat bulan Februari diwarnai serangkaian aksi orang "gila".

Indonesia yang dilingkari cincin api Pasifik selalu berada dalam potensi besar bencana alam gempa, gunung api, dan tsunami

Mirip dengan kondisi geografisnya itu, tingginya tingkat keberagaman di negeri ini sebenarnya juga dibayangi bencana sosial akibat konflik.

Daya rusak bencana sosial ini juga tak kalah mengerikannya dibandingkan bencana alam. Hal ini perlu disikapi melalui pendekatan yang bijak sekaligus menyeluruh.
 
Deteksi dini

Gambaran kondisi demikian menuntut negara untuk memberi atensi lebih dan menyiapkan kebijakan-kebijakan yang strategis dan berkelanjutan. Ada dua lingkup besar kebijakan yang perlu diperkuat, yakni sistem deteksi dini yang massif dan penguatan regulasi ranah siber.

Data dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan melalui penelitian Indeks Tata Kelola Polri yang dipublikasi akhir 2017 lalu ditemukan ada 36 polres di wilayah rawan konflik dengan 301 potensi konflik selama 2016.

Dari ke-36 polres tersebut mendapat nilai rata-rata 6,32 (dari skala 10) yang berarti performa rata-rata, dengan 85 persen dari 301 potensi konflik bisa diredam.

Temuan dari penelitian tersebut sebenarnya memberikan secercah harapan mengenai kapasitas kepolisian saat ini.

Namun, dalam sistem pendeteksian dini, akan jauh lebih maksimal jika disokong dengan suatu sistem teknologi informasi yang memungkinkan polisi di lapangan bisa input data yang berpotensi menjadi bibit konflik.

Proses demikian membuat pemetaan potensi konflik menjadi lebih terintegrasi, lebih cepat terlihat, terbaca dan terdeteksi.

Regulasi siber

Di era internet (media sosial) saat ini, ranah virtual dan fisik tidak lagi bisa dipisah-pisahkan. Hanya melalui ujaran-ujaran di Facebook, misalnya, hukum rimba di dunia nyata bisa terjadi.

Demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan individu itu pada akhirnya mewujud menjadi mob rules dan bencana sosial. Oleh karena itu, negara (tetap) harus hadir.

Pemerintah perlu lebih agresif regulasi terhadap dunia siber dan platform media sosial multinasional yang beroperasi di negeri ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com