JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap mempertanyakan alasan hakim menolak permohonan gugatan uji materi soal pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi.
Menurut dia, remisi adalah hak setiap warga negara yang dijamin undang-undang.
"Remisi kan itu kan hak setiap orang," kata Mulfachri saat dihubungi, Selasa (7/11/2017).
Ia mengajak seluruh pihak untuk taat asas. Mulfachri mengatakan, sudah ada proses penegakan hukum yang tahapannya dibagi sedemikian rupa sehingga setiap lembaga memiliki kewenangan masing-masing.
Seluruh tahapan yang menjadi bagian proses hukum tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Mulfachri mengatakan, jika memang seseorang dinilai layak mendapatkan hukuman tinggi, maka jaksa penuntut bisa menuntut hukuman setinggi-tingginya.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Suryadharma, OC Kaligis, Irman soal Remisi Koruptor
Demikian pula jika hakim menilai bukti yang ditunjukkan jaksa sangat kuat tuduhan dan relevansinya, maka yang bersangkutan bisa dijatuhi hukuman seberat-beratnya.
Namun, ketika yang bersangkutan menunjukkan kesungguhannya untuk melakukan hal positif, kata Mulfachri, maka ia berhak mendapatkan penilaian yang baik pula.
Hal itu termasuk pemberian remisi oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Ia menambahkan, hak-hak seseorang tak boleh ditiadakan hanya karena opini yang berkembang di luar.
"Ketika orang sudah menjalani hukumannya kemudian menunjukkan kesungguhan untuk bertaubat, menyesal kemudian melakukan hal-hal yang positif dia juga punya hak untuk membangun kehidupan baru di luar penjara," kata Politisi PAN itu.
Baca: Kata KPK soal Putusan MK yang Menolak soal Remisi Koruptor
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan gugatan uji materi pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan terkait aturan pemberian remisi.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh lima terpidana kasus korupsi, yakni Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryana Karno.
Menurut majelis hakim, hak memperoleh remisi adalah hak yang terbatas berdasarkan pasal 14 ayat 2 UU Pemasyarakatan.