JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menantang lima guru besar untuk debat terbuka mengenai remisi untuk koruptor.
Lima guru besar yang dimaksud adalah Guru besar Universitas Islam Indonesia Mahfud MD, Guru besar Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho, Guru besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali, Guru Besar Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto, dan Guru besar Universitas Bosowa '45 Marwan Mas.
Sebelumnya, para profesor itu menyurati Presiden Joko Widodo agar tidak mempermudah syarat pemberian remisi untuk koruptor yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
(Baca: Lima Guru Besar Tulis Surat untuk Jokowi, Ini Isinya)
"Kemarin saya sudah bertemu Prof Mahfud, saya mau undang lima profesor, kita debat terbuka," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Pemerintah berencana merevisi PP yang diteken di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Menkumham menegaskan bahwa saat ini pihaknya terus mengkaji revisi PP 99/2012 itu.
Kemenkumham juga sudah berdiskusi dengan kelompok masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch hingga Komisi Pemberantasan Korupsi.
Yasonna juga mengaku sudah mengirimkan surat kepada seluruh pemimpin redaksi media massa yang berisi penjelasan mengenai revisi PP 99/2012.
"Artinya ini kajian secara keilmuan secara perundang-undangan. Benar enggak yang saya lakukan, lebih baik mana dari yang lama. Kami diskusi," ucap politisi PDI-P ini.
(Baca juga: Jika Revisi PP Remisi, Komitmen Pemerintah dalam Berantas Korupsi Dipertanyakan)
Rencana pemerintah merevisi PP 99/2012 dianggap mempermudah remisi bagi koruptor karena menghilangkan syarat agar menjadi justice collaborator.
Dengan demikian, terpidana bisa mendapat remisi hanya dengan dua syarat pokok, yakni berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidananya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, upaya revisi PP No 99/2012 itu mendesak dilakukan mengingat kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang kian padat.