Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Dua Keajaiban Terkait Novel Baswedan dari Singapura (Bag 2)

Kompas.com - 04/11/2017, 09:05 WIB
Amir Sodikin

Penulis

KOMPAS.com - Usai menunaikan shalat duha di sebuah masjid di Singapura, Kamis (3/11/2017), Novel Baswedan bergegas pulang. Sebelum berpisah, di halaman masjid saya kembali meminta komentarnya terkait pro dan kontra pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. 

Namun, Novel menekankan, belum akan berkomentar saat ini. Ia masih fokus pada pengobatan matanya. "Nanti saja, saya masih fokus ke pengobatan," katanya.

Satu hal yang ia tekankan: ia memang sangat menginginkan pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF). Sebuah keinginan yang mungkin sulit diwujudkan untuk saat ini.  

Novel Baswedan, awalnya hanya penyidik biasa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atau jika ditarik lebih lama lagi, ia hanya anggota polisi pada umumnya di Bengkulu pada sekitar tahun 2000. 

Baca juga : Subuh Berjamaah di Singapura Bersama Novel Baswedan (Bag 1)

Sepak terjang di KPK yang tak mengenal kompromi saat menyidik kasus korupsi telah membuat saudara sepupu Anies Baswedan ini menjadi penyidik andalan yang dimiliki KPK. Usai serangan air keras terhadap Novel, namanya makin menyatu menjadi simbol perjuangan antikorupsi sekaligus simbol upaya pemberantasan korupsi yang teraniaya.

Serangan air keras itu memang telah menciptakan penderitaan pedih yang masih tersisa di kedua mata Novel kini. Luka yang membekas seolah menjadi pesan "peringatan" kepada para penyidik KPK, yang sengaja dikirimkan oleh pihak-pihak tertentu yang terusik penyidikan kasus korupsi. 

Novel Baswedan saat ditemui di Singapura, Kamis (2/11/2017).Kompas.com/Amir Sodikin Novel Baswedan saat ditemui di Singapura, Kamis (2/11/2017).
Namun, siraman air keras itu tak pernah mampu memadamkan keberanian sang penyidik. Novel tetap tegas pada pendiriannya untuk menuntut tuntas terhadap kasusnya, meski di belakang pelaku diduga ada sosok "orang kuat". 

Api keberanian Novel hingga kini belum padam, tetapi itu semua belum cukup untuk bisa mendorong mengurai kasus pelik ini. Novel hingga kini tetap berada di titik kritis, berada di puncak penderitaan yang bagi manusia biasa tiada terkira hebatnya.

Rakyat Indonesia pasti semua memiliki bayangan bagaimana kondisi matanya akibat siraman air keras, terutama mata kiri. Semua orang tak habis pikir, pelaku begitu tega menciptakan sengsara dan mengobarkan serangan balik kepada penyidik antikorupsi secara terbuka.

Tragisnya, kekejaman yang dilakukan oleh penyerang Novel hingga kini belum tersentuh. Usulannya agar segera dibentuk TGPF pun tak ditanggapi kata setuju oleh pimpinan KPK.

Baca juga : Diminta Bentuk TGPF Kasus Novel Baswedan, Ini Jawaban Ketua KPK

Novel yang saat ini masih menjalani pengobatan mata di Singapura, berharap KPK bisa mengajukan rekomendasi pembentukan TGPF ke Presiden. TGPF tersebut terkait kasus penyerangan terhadap Novel yang hingga kini belum terungkap.

Novel Baswedan yang ditemui Kompas.com di sebuah masjid di Singapura, Kamis (2/11/2017), mengatakan bahwa dirinya hanya tahu soal perkembangan TGPF ini dari membaca berita.

Novel juga mengaku membaca berita akhir-akhir ini yang mengindikasikan pimpinan KPK belum kompak untuk memberi rekomendasi pembentukan TGPF kepada Presiden.

"Sudah seharusnya TGPF itu dibentuk, itu memang sesuai permintaan saya dulu," kata Novel.

Novel ditemui saat shalat subuh berjamaah di masjid di Singapura sekitar pukul 05.30 waktu setempat. Setiap hari selama di Singapura, Novel selalu menyempatkan diri ke masjid untuk shalat berjamaah ketika sudah tiba waktunya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Nasional
Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Nasional
Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Nasional
Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Nasional
Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com