Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal "Mystery Shopper" di MA, Mata-mata yang Bisa Kurangi OTT

Kompas.com - 26/10/2017, 07:00 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya operasi tangkap tangan terhadap hakim dan oknum peradilan membuat Mahkamah Agung berbenah. Sistem khusus pun dirancang agar hakim-hakim yang baru berniat "nakal" bisa ketahuan terlebih dahulu sebelum diciduk aparat penegak hukum.

Ketua Kamar Pengawasan MA Sunarto mengatakan, kemudian lahir tim semacam "mystery shopper" yang diilhami dari banyaknya OTT.

"Kita lihat ini kok banyak yang ditangkapin. Kita sangat perlu info riil di lapangan seperti apa," ujar Sunarto dalam diskusi di Universitas Padjajaran, Bandung, Rabu (25/10/2017).

Akhirnya MA membentuk tim yang bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kerja sama yang dimaksud dari segi pelatihan.

Sunarto mengirim sejumlah orang terpilih dari berbagai latar belakang untuk dilatih KPK. Di samping itu, MA juga tidak memiliki kewenangan menyadap seperti KPK.

(Baca: KPK Didik 10 Pegawai MA Jadi "Mata-mata" Lembaga Peradilan)

Dalam setiap tugas yang diberikan pada mystery shopper, bagian pengawasan memberi kewenangan lebih pada mereka untuk menyelidiki tempat lainnya.

Misalnya, kata Sunarto, timnya diberi tugas ke Pengadilan Negeri Garut, mereka bisa mampir ke pengadilan-pengadilan yang dilewati dalam perjalanan sekalian memantau.

"Satu tugas bisa untuk smua. Benar-benar manfaatnya ada. Bisa nyamar jadi pemulung, pura-pura jualan, ganti baju OB," kata Sunarto.

Namun, niat tim tersebut menjadi mata-mata bukan untuk menangkap maupun menjebak. Tim itu mengumpulkan bukti jika ada aparat peradilan yang terindikasi hendak atau sudah melakukan kecurangan.

Begitu ada pelanggaran, Kamar Pengawasan MA akan mrmanggil orang yang bersangkutan.

(Baca juga: Pengawasan MA: Setiap Pimpinan Peradilan Harus Jadi "Role Model" Bawahannya)

Sunarto mengatakan, ia pernah memanggil seorang hakim dan memberitahu informasi yang berhasil didapatkan dari mystery shopper. Hakim tersebut kemudian marah pada Sunarto dan menganggapnya fitnah.

"Saya bilang, 'Mohon maaf kalau info itu tidak benar. Tapi kalau info benar, batalkan niat Bapak'," kata Sunarto menirukan ucapannya saat itu.

Sunarto juga membeberkan bukti yang dimiliki kamar pengawas terkait indikasi pelanggaran hakim tersebut. Ia pun meninggalkan sang hakim sendirian yang melihat-lihat bukti yang ada.

Berselang beberapa menit, Sunarto masuk ke ruangan. Hakim tersebut langsung meminta maaf dan mencium tangannya.

"Buat apa (cium tangan). Yang perlu adalah hentikan, batalkan niat jelek saudara," kata Sunarto.

Dalam bulan Oktober ini, ada lima aparat peradilan yang dipanggil kamar pengawas atas informasi yang dihimpun mystery shopper. Sunarto meminta aparat peradilan tak perlu takut dengan mata-mata yang dimiliki MA tersebut. Jika tidak salah, maka tak ada yang harus ditakutkan.

"Sepanjang mematuhi kode etik, tidak akan ada jebakan. Dan kami enggak ingin menjebak. Kami ingin membina. Kalau ada virus kita sembuhkan. Kalau sudah menginfeksi, maka diamputasi," kata Sunarto.

Kompas TV Hakim sebagai penjaga benteng keadilan sempat dipertanyakan perlukah ada evaluasi di Mahkamah Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bappenas Siapkan PDN di Empat Lokasi

Bappenas Siapkan PDN di Empat Lokasi

Nasional
Pendanaan Kunjungan Paus ke Indonesia Ditanggung Bersama, Bukan Hanya Satu Dua Orang

Pendanaan Kunjungan Paus ke Indonesia Ditanggung Bersama, Bukan Hanya Satu Dua Orang

Nasional
Jokowi Bahas Rencana Pemberlakuan Bea Masuk 200 Persen untuk Produk China

Jokowi Bahas Rencana Pemberlakuan Bea Masuk 200 Persen untuk Produk China

Nasional
ICW Sebut KPK Berencana Pulangkan Pejabat yang Bikin Kasus Macet ke Instansi Asal, tapi Gagal

ICW Sebut KPK Berencana Pulangkan Pejabat yang Bikin Kasus Macet ke Instansi Asal, tapi Gagal

Nasional
Kejagung Sita 7,7 Kg Emas Terkait Kasus Korupsi 109 Ton Emas

Kejagung Sita 7,7 Kg Emas Terkait Kasus Korupsi 109 Ton Emas

Nasional
Dua Kapal Fregat Merah Putih TNI AL Diharapkan Bisa Beroperasi pada 2028

Dua Kapal Fregat Merah Putih TNI AL Diharapkan Bisa Beroperasi pada 2028

Nasional
Hadiri Forum Doha III, Menlu Retno Suarakan Keterlibatan Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi

Hadiri Forum Doha III, Menlu Retno Suarakan Keterlibatan Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi

Nasional
Wilayah Udara IKN Akan Di-'cover' Radar GCI Buatan Perancis

Wilayah Udara IKN Akan Di-"cover" Radar GCI Buatan Perancis

Nasional
ICW Sebut Orang-Orang Kompeten Trauma dengan Pelemahan KPK 2019

ICW Sebut Orang-Orang Kompeten Trauma dengan Pelemahan KPK 2019

Nasional
Menlu Retno Hadiri Pertemuan Doha III, Bahas Nasib Afghanistan Setelah Dikuasai Taliban

Menlu Retno Hadiri Pertemuan Doha III, Bahas Nasib Afghanistan Setelah Dikuasai Taliban

Nasional
Respons Parpol soal Putusan KPU yang Akomodasi Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

Respons Parpol soal Putusan KPU yang Akomodasi Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
KPK Blak-blakan Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

KPK Blak-blakan Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

Nasional
Kepada Polri, Puan: Berantas Segera Para Bandar Judi 'Online'

Kepada Polri, Puan: Berantas Segera Para Bandar Judi "Online"

Nasional
Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Nasional
PDI-P Dinilai Sulit Kalahkan Koalisi Khofifah jika Tak Bermitra dengan PKB pada Pilkada Jatim

PDI-P Dinilai Sulit Kalahkan Koalisi Khofifah jika Tak Bermitra dengan PKB pada Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com