JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sunarto mengatakan, untuk menumbuhkan integritas pada pegawai MA, maka pimpinannya harus memberi teladan yang baik.
Secara tidak langsung, bawahan akan mencontoh para atasannya, baik dari segi kinerja maupun perilaku.
Hal itu merupakan salah satu upaya meningkatkan akuntabilitas dengan pendekatan kultural.
"Di masyarakat kita, setiap pimpinan peradilan harus jadi role model, jadi teladan bawahannya. Harus bisa dicontoh," ujar Sunarto, dalam diskusi publik bertajuk "Mendukung Pengadilan yang Transparan dan Akuntabel", di Universitas Padjajaran, Bandung, Rabu (25/10/2017).
Sunarto mengatakan, pemimpin yang dipilih pada pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding harus transparan dan akuntabel.
Baca: "Percayalah, Aparatur MA dan Pengadilan Lebih Banyak yang Baik"
Aparat yang korup harus dihindari, apalagi pimpinannya. Menurut Sunarto, dua kriteria calon pemimpin peradilan yakni intelektualitas dan integritas.
"Intelektualitas menyangkut kompetensi yang memadai. Terutama bidang teknis," kata Sunarto.
Sementara itu, faktor integritas juga tidak boleh diabaikan. Ketika ada catatan buruk, meski sedikit, maka harus dihalangi promosinya.
"Dua kriteria itu harus integral karena kita butuh role model seperti itu," lanjut dia.
Selain itu, kata Sunarto, aparat peradilan harus menumbuhkan budaya malu untuk berperilaku di luar kemampuannya.
Misalnya, aparat tersebut memang mampu secara finansial dan memiliki mobil mewah, maka tak perlu mengendarai mobilnya untuk bekerja. Hal tersebut dianggap tidak pantas, apalagi jika aparat tersebut adalah hakim.
"Ukurannya bukan suatu perbuatan, tapi pantas tidaknya suatu perbuatan. Silakan punya harta, tapi jangan dipamerkan," kata Sunarto.