JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarief mengatakan, jika tidak dihentikan, pengunaan hak angket DPR terhadap KPK akan menjadi preseden buruk terhadap upaya penegakan hukum yang independen.
Hak angket terhadap KPK dapat menjadi pintu masuk kekuasaan politik untuk terus mencampuri kerja-kerja penegakan hukum.
"Jika penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai lembaga penegak hukum yang independen tidak dihentikan, maka peristiwa itu akan menjadi pintu masuk bagi kekuasaan politik untuk terus mencampuri kerja-kerja penegakan hukum di Indonesia," ujar Laode saat membacakan keterangan KPK saat sidang uji materi terkait hak angket di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (28/9/2017).
(baca: Busyro Nilai Perpanjangan Kerja Pansus Tunjukkan Karakter Buruk DPR)
Aturan soal hak angket di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD dan DPRD (MD3) diuji materi setelah DPR menggunakan hak angket terhadap KPK.
Menurut Laode, lembaga penegak hukum seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan dan Kepolisian bisa saja dihadapkan pada situasi yang sama dengan KPK saat ini.
Laode menilai, situasi tersebut tentunya akan mempersulit penegakan hukum agar dapat berjalan dalam coraknya yang berkepastian, berkeadilan dan bermanfaat.
(baca: KPK: Sulit Menangkap Ide Positif di Balik Pansus Angket DPR)
"Hari ini kebetulan KPK yang sedang di-angket oleh DPR, tapi besok bisa jadi penegak hukum lain yang seharusnya menjalankan fungsi secara independen," kata Laode.
"Untuk itu, Putusan Mahkamah dalam pengujian konstitusional atau contitutional review dalam perkara ini akan sangat menentukan kemana arah penegakan hukum Indonesia serta bagaimana masa depan dan keberlanjutan pemberantasan korupsi di negeri ini," tambahnya.
Laode menjelaskan, berdasarkan Udang-undang No. 30 Tahun 2002, KPK diberikan fungsi dan kewenangan khusus dan luas dalam melaksanakan tugasnya secara independen dan terbebas dari kekuasaan manapun.
(baca: Mahfud MD: Produk Pansus Angket KPK Tak Berguna, Itu Sampah Saja)
Undang-undang tersebut, kata Laode, memastikan dan menjamin independensi dalam pola, mekanisme kerja dan pertanggungjawaban KPK.
KPK hanya bertanggungjawab kepada publik, tidak kepada lembaga kekuasaan lainnya.
"Undang-undang No. 30 Tahun 2002 betul-betul mendesain mekanisme dan bentuk tanggung jawab kelembagaan yang tidak memberi ruang terhadap intervensi atau campur tangan kekuasaan lain. Sekali lagi kata kuncinya adalah independensi, di sana sesungguhnya diletakkan kekuatan pemberantasan korupsi," kata Laode.