Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasdem Anggap KPK Sengaja Langgar UU jika Tak Hadir di Pansus Angket

Kompas.com - 26/09/2017, 12:32 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersedia hadir ke rapat Pansus Hak Angket KPK di DPR.

Masa kerja Pansus Angket KPK akan berakhir pada 28 September 2017. Namun, hingga kini, pimpinan KPK tidak bersedia hadir.

Padahal, kata dia, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) memuat aturan tentang kewajiban lembaga negara menghadiri undangan pansus.

"Kami berharap, lembaga negara saling menghormati dan ikut undang-undang. Kenapa sih khawatir amat? Di DPR ini ada 10 fraksi, ada banyak juga yang bela KPK, kenapa takut? Kalau KPK benar," kata Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2017).

(baca: 132 Pakar Hukum Tata Negara Nilai Cacat Pembentukan Pansus Angket KPK)

Ia meminta KPK untuk membaca undang-undang dengan baik. Sebab, lanjut dia, lembaga negara mana pun wajib mematuhi undang-undang.

Johnny menilai, jika KPK masih bersikeras tak menghadiri rapat pansus, maka KPK sengaja tak menaati undang-undang.

"Kalau tidak ikut UU MD3 maka buat apa UU dibuat? Apalagi kalau lembaga negara dengan sengaja tidak menaati UU," tuturnya.

(baca: Pansus Hak Angket KPK Tak Akan Berhenti Sampai KPK Mau Hadir)

Anggota Komisi XI DPR itu meminta KPK untuk bisa bekerja sama untuk memperbaiki pemberantasan korupsi di tanah air.

"KPK juga harus lebih progresif. Berapa belas tahun sih? Sudah 15 tahun KPK bekerja indeks persepsi korupsi naik sangat sedikit," kata dia.

Pimpinan KPK tak bersedia hadir dalam Pansus Hak Angket karena menganggap Pansus ilegal.

KPK menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU MD3 yang mengatur hak angket DPR.

(baca: PDI-P Anggap Wajar Isu Pansus KPK Dimanfaatkan Jadi Bahan Kampanye)

Berdasarkan kajian para pakaer yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.

APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket.

Kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia tersebut diserahkan ke KPK.

Ada tiga hal dasar pansus tersebut dinilai cacat hukum. Pertama, karena subyek hak angket, yakni KPK dinilai keliru.

Hak angket dianggap hanya dimaksudkan untuk pemerintah.

Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 menyebutkan hak angket digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan atau kebijakan pemerintah, misalnya Presiden, Wapres, para mentri, jaksa agung, kapolri, dan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK).

Kedua, obyek hak angket, yakni penanganan perkara KPK. Obyek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis dan berdampak luas bagi masyarakat.

Ketiga, prosedurnya dinilai salah. Prosedur pembuatan pansus itu diduga kuat melanggar undang-undang karena prosedur pembentukan terkesan dipaksakan.

Seharusnya, rapat paripurna dilakukan voting lantaran seluruh fraksi belum mencapai kesepakatan.

Kompas TV Anggota panitia khusus angket KPK mengaku menerima laporan dugaan korupsi terhadap Agus Rahardjo saat menjabat Ketua LKPP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com