JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR, Ace Hasan Syadzily, menilai, amar putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemilu serentak tidak melarang adanya syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
"Judicial review (JR) kemarin adalah mempertanyakan pasal pemilu legislatif dan pemilu presiden. Dalam putusan MK yang diuji materi adalah keserentakan antara kedua pemilu tadi, bukan persyaratan pencalonan presiden," ujar Ace dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (22/7/2017).
Ia menambahkan, MK dalam amar putusannya secara terang menyatakan persayaratan pencalonan presiden dikembalikan kepada pembuat undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR.
(baca: Lucunya Drama Rapat Paripurna Pengesahan UU Pemilu....)
Sehingga, lanjut Ace, ambang batas pencalonan presiden dalam pemilu serentak merupakan open legal policy yang perdebatannya dijamin oleh konstitusi dalam penyusunan undang-undang.
"Kita ingin menyelenggarakan pemilu serentak. Maka konfigurasi pilpres itu serentak dalam sekali putaran. Kalau tanpa presidential threshold pilpres diikuti 12 parpol, kemungkinan ada 12 pasangan calon. Tentu itu tak cukup satu putaran. Aspek efesiensi pemilu serentak hilang," lanjut Ace.
Sebelumnya, agenda voting untuk mengesahkan RUU Pemilu diwarnai aksi walk out yang dilakukan empat fraksi.
(baca: UU Pemilu Disahkan, Ini Tanggapan Jokowi...)
Adapun empat fraksi itu adalah Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PKS.
Dengan demikian, pengesahan RUU Pemilu menjadi UU Pemilu dilanjutkan dengan peserta rapat paripurna dari enam fraksi.
Sebelumnya, PAN dan PKB menjadi dua partai yang menentukan keputusannya pada detik-detik akhir pengambilan keputusan.
PKB sebelumnya juga masih belum satu suara dengan pemerintah. Namun atas sejumlah pertimbangan, PKB akhirnya ikut ke gerbong pendukung pemerintah.
(baca: PDI-P Anggap PAN Tak Ada di Koalisi Pemerintahan)
Poin presidential threshold menjadi yang paling alot dibahas. Kelompok yang menolak sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional menilai, threshold sudah tak relevan karena pileg dan pilpres dilaksanakan serentak.
Pemerintah berkeras mempertahankan angka tersebut bahkan sempat mengancam kembali ke undang-undang lama jika usulan itu tak disetujui.