Oleh karena itu, ICJR tidak memiliki kedudukan hukum yang kuat dalam uji materi ini.
"Pemohon a quo tidak ditemukan adanya hubungan sebab-akibat atau bersifat potensial sebagaiman dinyatakan pemohon dengan berlakunya Pasal 87, Pasal 104, 106, 107, 139a, 139b, dan 140 KUHP," kata Haryadi.
Untuk diketahui, Pasal 51 A ayat 2 poin b Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 menyebutkan bahwa, "Kedudukan pemohon yang berisi uraian tentang hak dan/atau kewenangan konstitusi pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk dilakukan pengujian".
Tanggapan ICJR
Menanggapi itu, ICJR menilai, pernyataan pemerintah itu tidak menjawab permohonan yang diajukan.
Sebab, pemerintah hanya menjelaskan pentingnya keberadaan pasal-pasal makar dalam undang-undang.
Padahal, ICJR mempersoalkan definisi dari kata "makar".
"Jadi subtansi dari permohonan ICJR tidak dijawab Pemerintah. Pemerintah hanya tegaskan pasal-pasal makar itu penting bagi pemerintah," kata Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono, saat dihubungi, Selasa.
ICJR sepakat dengan pendapat pemerintah bahwa pasal-pasal terkait makar untuk memberikan rasa aman dalam penyelenggaraan negara.
Akan tetapi, dalam konteks uji materi kali ini, pemerintah tidak menjawab poin inti dari uji materi yang diajukan.
"Kalau soal pasal makar masih relevan, ICJR juga sepakat. Cuma masalahnya, Pemerintah tak jelaskan argumen penolakan yang lebih subtantif atas frase makar," kata Supriyadi.
Uji materi yang diajukan ICJR teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XV/2017.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.