Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta Menarik dalam Sidang ke-12 Kasus Korupsi E-KTP

Kompas.com - 05/05/2017, 08:20 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kedua belas kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis (4/5/2017) kemarin.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan delapan saksi mulai dari mantan Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya hingga direksi beberapa perusahaan BUMN yang tergabung dalam konsorsium.

Berbagai fakta menarik muncul selama persidangan.

Pengakuan ketua konsorsium hingga penerimaan uang miliaran rupiah dalam proyek e-KTP diungkap oleh para saksi.

Berikut 7 fakta menarik dalam sidang ke-12 kasus e-KTP:

1. Mantan Dirjen Dukcapil minta Dirut PNRI ikuti arahan Andi Narogong

Terdakwa kasus e-KTP, Irman, disebut pernah memperkenalkan Direktur Utama Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Bahkan, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri itu, juga meminta agar Isnu mengikuti arahan yang diberikan Andi Narogong.

Menurut Isnu, peristiwa itu terjadi di Kantor Irman pada April 2010.

Saat itu, belum dilakukan proses lelang proyek pengadaan e-KTP.

Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Isnu mengatakan, saat itu Irman menyampaikan bahwa Andi adalah orang yang akan melaksanakan proyek e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. 

Dalam pertemuan itu, menurut Isnu, Irman menyampaikan agar yang penting ia menuruti segala arahan Andi, karena Andi yang akan mengatur proyek e-KTP.

(Baca: Mantan Dirjen Dukcapil Minta Dirut PNRI Ikuti Arahan Andi Narogong)

2. Andi Narogong atur spesifikasi proyek e-KTP

Isnu Edhi Wijaya mengakui ada intervensi pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam proyek pengadaan e-KTP.

Menurut Isnu, sejak awal sebelum konsorsium PNRI mengikuti proses lelang, Andi telah mengatur spesifikasi teknis dalam proyek e-KTP.

Hal itu dilakukan tak lama setelah ia dikenalkan dengan Andi oleh Irman.

Pengaturan spesifikasi teknis dilakukan di sebuah ruko di Fatmawati, Jakarta Selatan.

(Baca: Mantan Dirut PNRI Akui Andi Narogong Mengatur Spesifikasi Proyek E-KTP)

3. Adendum e-KTP diubah

Adendum atau kontrak kerja sama dalam proyek pengadaan e-KTP diubah sebanyak 9 kali.

Adendum tersebut selalu diubah agar konsorsium pelaksana e-KTP tetap mendapat bayaran meski pekerjaan tidak sesuai target.

Menurut Isnu, pada tahun 2011, PNRI mendapat target pekerjaan pencetakan sebanyak 67 juta keping e-KTP.

Namun, pada kenyataannya PNRI hanya mampu mencetak dan mendistribusi 1,6 juta e-KTP.

Isnu mengatakan, adendum atau perubahan kontrak kerja bukan untuk menangani kendala yang timbul.

Namun, adendum dilakukan untuk menyesuaikan target dengan capaian kerja yang mampu dilakukan konsorsium.

Padahal, menurut jaksa KPK Abdul Basir, dalam kontrak kerja sama yang pertama kali dibuat, diatur sebuah klausul bahwa perubahan kontrak atau adendum hanya bisa dilakukan apabila terjadi perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

(Baca: Adendum E-KTP Diubah agar Konsorsium Dapat Bayaran Meski Tak Sesuai Target)

4. Soal Penerimaan Rp 2 miliar, Direktur Len Industri beda keterangan

Mantan Direktur Utama PT Len Industri, Wahyudin Bagenda, pernah mengakui menerima uang Rp 2 miliar dari proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Namun, saat bersaksi di Pengadilan, Wahyudin membantah pengakuannya tersebut.

Dalam BAP, Wahyudin mengatakan bahwa ia mendapat uang Rp 2 miliar yang diberikan secara bertahap.

Menurut Wahyudin, dalam BAP, karena mengetahui uang tersebut berasal dari proyek e-KTP, maka ia bersedia mengembalikan uang tersebut kepada negara melalui KPK.

Namun, Wahyudin justru membantah keterangan yang ia sampaikan dalam BAP.

Kepada majelis hakim, Wahyudin mengakui bahwa ia pernah menerima uang Rp 2 miliar. Namun, uang-uang tersebut bukan berasal dari proyek e-KTP.

Menurut dia, uang tersebut adalah uang pemasaran yang digunakan untuk berbagai hal, termasuk kegiatan promosi.

(Baca: Beda Keterangan Eks Direktur PT Len soal Rp 2 M dari Proyek E-KTP)

5. Ketua Konsorsium PNRI menyesal kerja sama dengan Andi Narogong

Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium PNRI menyesal bekerja sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Hal itu dikatakan Isnu saat melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Isi BAP itu kemudian dibacakan majelis hakim saat Isnu bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Saya sedih karena dengar proyek ini di-mark up luar biasa. Kerugian negara membuat kami sedih," ujar Isnu, kepada majelis hakim.

Menurut Isnu, dalam pemahamannya Andi adalah calo atau penghubung yang sering mendapatkan uang dari proyek-proyek pemerintah.

(Baca: Mantan Dirut PNRI Menyesal Kerja Sama dengan Andi Narogong)

6. Seperti proyek "turun dari langit"

Mantan Direktur Keuangan PT Len Industri, Abraham Mose, merasa proyek pengadaan e-KTP adalah proyek besar yang muncul tanpa diduga.

PT Len merupakan salah satu perusahaan yang bergabung dalam konsorsium yang ditunjuk sebagai pemenang lelang.

Menurut Abraham, selaku Direktur Pemasaran ia diberi tanggung jawab untuk mencari proyek pekerjaan bagi perusahaan.

Namun, dalam proyek e-KTP, ia sama sekali tidak melakukan upaya apapun.

Menurut Abraham, pada Februari 2011, ia ditelepon Direktur Utama PT Len Industri, Wahyudin Bagenda dan diminta untuk berkumpul di Stone Cafe Bandung. 

Tak lama kemudian, PT Len ditunjuk untuk bergabung dengan konsorsium PNRI dan dinyatakan sebagai peserta lelang.

"Proyek e-KTP ini seperti turun dari langit," kata Abraham.

(Baca: "Proyek E-KTP seperti Turun dari Langit...")

7. Terima Rp 1 miliar, Direktur PT Len serahkan Rp 3 miliar ke KPK

Abraham Mose mengaku menerima uang Rp 1 miliar. Namun, ia merasa uang tersebut tidak terkait proyek pengadaan e-KTP.

Tetapi, saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus e-KTP oleh penyidik, Abraham menyerahkan uang yang ia terima kepada KPK.

Bahkan, dia menyerahkan dengan angka yang lebih besar, yakni Rp 3 miliar kepada KPK.

Menurut Abraham, terdapat uang pemasaran sejumlah Rp 8 miliar yang dibagikan kepada beberapa direksi di PT Len Industri.

Ia sendiri selaku Direktur Pemasaran menerima Rp 1 miliar.

Namun, dalam surat dakwaan jaksa KPK, uang yang dibagikan kepada para direksi hanya sejumlah Rp 6 miliar.

Jaksa KPK meyakini uang-uang tersebut merupakan dana yang diperoleh dari proyek e-KTP.

Abraham kemudian berniat untuk menyerahkan sisa Rp 2 miliar yang sebenarnya tidak ia terima.

(Baca: Terima Rp 1 Miliar, Direktur PT Len Rela Serahkan Rp 3 Miliar ke KPK)

Kompas TV KPK terus mengembangkan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik, yang menyeret sejumlah pihak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com