JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Len Industri, Wahyudin Bagenda, pernah mengakui menerima uang Rp 2 miliar dari proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Namun, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/5/2017), Wahyudin membantah pengakuannya tersebut.
"Sekarang itu tidak benar," ujar Wahyudin kepada majelis hakim.
Awalnya, anggota majelis hakim Anshori Syaifudin membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Wahyudin, saat memberikan keterangan di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam BAP, Wahyudin mengatakan bahwa ia mendapat uang Rp 2 miliar yang diberikan secara bertahap.
Menurut Wahyudin, dalam BAP, karena mengetahui uang tersebut berasal dari proyek e-KTP, maka ia bersedia mengembalikan uang tersebut kepada negara melalui KPK.
Namun, Wahyudin justru membantah keterangan yang ia sampaikan dalam BAP.
"Karena saat di penyidikan itu, penyidik KPK tidak pernah memperlihatkan bukti kalau itu sumbernya dari e-KTP," kata Wahyudin.
(Baca juga: Tujuh Fakta Menarik dalam Sidang Kesebelas Kasus Korupsi E-KTP)
Kepada majelis hakim, Wahyudin mengakui bahwa ia pernah menerima uang Rp 2 miliar. Menurut dia, beberapa direksi PT Len juga mendapat uang masing-masing Rp 1 miliar.
Namun, uang-uang tersebut bukan berasal dari proyek e-KTP. Menurut dia, uang tersebut adalah uang pemasaran yang digunakan untuk berbagai hal, termasuk kegiatan promosi.
Dalam surat dakwaan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, Wahyudin disebut diperkaya Rp 2 miliar dalam proyek e-KTP.
Selain dia, direksi lain di PT Len, yakni Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara, masing-masing diperkaya sebesar Rp 1 miliar dalam proyek e-KTP.
(Baca juga: Mantan Dirut PNRI Akui Andi Narogong Mengatur Spesifikasi Proyek E-KTP)