Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jusuf Kalla: Golkar Tidak Terpengaruh

Kompas.com - 20/03/2017, 13:19 WIB

PHNOM PENH, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar menegaskan, tidak ada gejolak di Partai Golkar meski sejumlah kader partai itu diduga terlibat dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik.

Persoalan hukum yang menimpa sejumlah anggota Partai Golkar merupakan persoalan pribadi dan bukan persoalan partai.

”Yang bergejolak bukan partainya. Partai aman-aman saja. Bahwa secara pribadi yang menjadi Ketua Golkar bermasalah, ya itu masalah pribadi, bukan masalah partai,” kata Kalla di kantor Kedutaan Besar RI di Phnom Penh, Kamboja, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Anita Yossihara, Minggu (19/3).

Wapres bersama Nyonya Mufidah Jusuf Kalla berada di Phnom Penh untuk menghadiri upacara kremasi jenazah Wakil Perdana Menteri Kamboja Sok An yang meninggal Rabu pekan lalu.

Sejumlah kader Partai Golkar, seperti Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, disebut dalam surat dakwaan perkara kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

(Baca: Ini Daftar Mereka yang Disebut Terima Uang Proyek E-KTP)

Mantan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Chairuman Harahap, pekan lalu bahkan telah bersaksi dalam persidangan perkara itu. Dalam kesaksiannya, dia menyatakan tidak menerima uang dari proyek KTP-el, seperti yang tertulis dalam dakwaan.

Adanya dugaan keterlibatan Novanto dalam korupsi e-KTP ini membuat dirinya dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD). Hingga saat ini, sudah ada tiga laporan yang diterima MKD terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Novanto yang kini juga menjabat Ketua DPR.

Menanggapi pelaporan itu, Novanto mengatakan, ”Nanti di pengadilan saja. Semua saya serahkan ke pengadilan.”

Sementara itu, Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, untuk sementara MKD tidak bisa menindaklanjuti laporan itu. Ini karena kasus e-KTP telah masuk ranah hukum dan belum ada keputusan jelas terkait Novanto dari KPK. (Kompas, 17/3)

(Baca: Potensi Konflik Internal dan Upaya Golkar "Lindungi" Setya Novanto...)

Namun, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, berpendapat, MKD seharusnya juga memproses laporan yang masuk terkait Novanto. Pasalnya, yang terjadi di MKD dan pengadilan merupakan dua ranah berbeda.

”Jika ada yang menyatakan proses di MKD harus menunggu proses hukum tuntas, maka secara logika ketatanegaraan, pernyataan itu keliru. Secara praktik ataupun teori, berbeda antara penegakan etika oleh mahkamah etik dan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum,” ujar Zainal.

Jika MKD tidak memproses laporan terhadap Novanto, hal itu akan memunculkan keraguan dari publik mengenai MKD.

Proses politik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com