Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Dinilai Merugi jika Lindungi Novanto pada Kasus E-KTP

Kompas.com - 19/03/2017, 19:04 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto disebut terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (kasus korupsi e-KTP).

Seperti diungkapkan dalam dakwaan persidangan, Novanto diduga memiliki peran dalam penentuan anggaran proyek e-KTP.

Meski begitu, Partai Golkar seolah melindungi pimpinannya tersebut. Hal itu dinilai cukup merugikan partai. Salah satunya karena bisa berdampak terhadap suara partai pada pemilu legislatif 2019 mendatang.

"Kalau bicara itu, sudah jelas merugikan betul," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus seusai acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).

Sinyal melindungi Setya Novanto sebagai pimpinan salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.

Idrus mengatakan bahwa kasus e-KTP tak akan dibahas pada forum Rapat Pimpinan Nasional yang akan digelar dalam waktu dekat.

Sejumlah tokoh senior partai dan pengurus partai juga kompak menegaskan bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tak akan diselenggarakan.

(Baca: Potensi Konflik Internal dan Upaya Golkar "Lindungi" Setya Novanto...)

Meski dianggap akan merugikan partai, namun Lucius mengatakan hal tersebut sudah bukan hal baru bagi Golkar yang sejak dulu kerap memelihara kader-kadernya, termasuk yang terjerat kasus korupsi.

"Apalagi Golkar menunjukkan betul sisi pragmatisme politiknya. Siapa yang memiliki harta terbanyak, dialah yang berhak atas kursi tertinggi parpol," ucap Lucius.

Hal itulah yang menurut Lucius membuat Golkar tetap mempertahankan Novanto meski dengan permasalahan yang melekat pada Ketua DPR RI itu. Sekalipun, risikonya adalah membuat partai terjungkal.

"Risikonya kan hanya suaranya turun. Tapi Novanto tetap aman sebagai ketua," tuturnya.

(Baca: Golkar Yakin Kasus E-KTP Tak Pengaruhi Elektabilitas Partai)

Meski begitu, tidak mustahil Novanto dijatuhkan dari kursi ketua umum partai. Lucius mencontohkan kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto 2015 lalu.

Kasus dugaan pelanggaran etik tersebut bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Kuatnya desakan publik untuk memproses kasus tersebut berujung pada mundurnya Novanto sebagai Ketua DPR RI.

Tak menutup kemungkinan hal yang sama dapat terulang. Terlebih, kembalinya Novanto ke kursi Ketua DPR RI juga menuai pro dan kontra di masyarakat.

Hanya saja, kata Lucius, saat itu publik bak terhipnotis oleh sumbangan kekuatan Novanto untuk mendukung Presiden Joko Widodo. Sehingga, publik seolah memaafkan begitu saja kembalinya Novanto ke DPR meski ada sejumlah persoalan di balik itu.

"Ada peluang dengan kasus ini maupun dengan latar belakang Novanto mengambil kursi Ketua DPR, itu ada kemungkinan untuk menyingkirkannya kembali," ujar Lucius.

Kompas TV Nama Ketua DPR Setya Novanto disebut dalam kasus korupsi ktp elektronik yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Di saat yang hampir bersamaan, Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto membantah telah menerima uang dari proyek E-KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com