JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai, operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim dan panitera menunjukkan bahwa KPK sedang memberi peringatan kepada semua yang berada di dalam lembaga peradilan.
"KPK seakan memberikan sinyal bahwa kami (KPK) sedang mengawasi semua pengadilan dan kalian (hakim dan panitera) harus memperbaiki diri karena banyak terjadi korupsi di level pengadilan negeri," ujar Febri saat ditemui di Cikini, Jakarta, Sabtu (18/6/2016).
Menurut Febri, korupsi di lembaga peradilan tidak hanya di level tinggi, seperti di Mahkamah Agung (MA), tetapi juga di pengadilan pada tingkatan yang lebih rendah.
(Baca: Lagi-lagi Korupsi di Pengadilan, dalam 2 Bulan, 2 Panitera Ditangkap KPK)
Sebagai contoh, korupsi terjadi pada pengadilan yang menangani kasus narkoba, perceraian di pengadilan agama, atau pada pengadilan untuk perkara pidana dan perdata.
"Selama ini, banyak yang tidak tersentuh karena sifat atau modus transaksional yang bermacam. Maka, itu hanya bisa dijangkau melalui penyadapan atau operasi tangkap tangan," kata Febri.
(Baca: Ini Celah Birokrasi MA yang Bisa Dimanfaatkan Panitera "Nakal")
Upaya penindakan yang dilakukan KPK pada beberapa waktu terakhir banyak melibatkan oknum yang bertugas di lembaga peradilan, mulai dari pejabat di Mahkamah Agung, hakim, hingga panitera pengadilan terjaring dalam operasi tangkap tangan.
Motif suap digunakan antara lain untuk meringankan vonis hakim hingga menunda pelaksanaan eksekusi putusan peninjauan kembali (PK).