JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, angkat bicara soal operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kuasa hukum pedangdut Saipul Jamil dan seorang panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Didik mengaku prihatin, karena nama figur publik kembali terseret dalam kasus yang mencoreng insitusi peradilan. Akibatnya, institusi peradilan pun semakin menjadi sorotan.
"Ini menambah deretan penegak hukum yang sarat kepentingan, sarat korupsi," ujar Didik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/6/2016).
Meski hingga saat ini belum ada sinyal keterlibatan hakim, namun Didik melihat deretan kasus yang menyeret oknum badan peradilan sebagai sinyal bahwa harus ada perbaikan penegakan hukum.
Selain itu, ia menilai perlu ada perbaikan citra di mata masyarakat yang berpandangan ada mafia peradilan di institusi-institusi penegak hukum. KPK, kata dia, merupakan ujung tombak pemberantasan mafia peradilan itu.
"Hakim ini adalah wakil Tuhan di dunia. Kalau wakil Tuhan di dunia kemudian masih terlibat dalam perilaku koruptif maka apa jadinya negara kita ini," kata Sekretaris Fraksi Demokrat itu.
Didik menambahkan, terkait kasus OOT panitera, dirinya sebagai anggota komisi hukum DPR akan ikut melakukan pengawasan yang lebih ketat dan meminta mitra-mitra komisi, termasuk Mahkamah Agung.
Ini dilakukan agar institusi penegak hukum betul-betul menerapkan prinsip good governance terhadap proses pengadministrasian.
"Ini juga menjadi tugas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk mengawasi perilaku hakim atau pun segenap staf di pengadilan agar betul-betul bersih dari korupsi," tutur dia.
Belum genap dua bulan, dua panitera pengadilan ditangkap KPK. Setelah sebelumnya panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, kini giliran panitera Peengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi yang harus berurusan dengan KPK karena diduga terlibat dalam kasus suap perkara.
Mantan hakim, Asep Iwan Iriawan menilai, banyaknya oknum di lembaga peradilan yang terjerat korupsi, karena tidak lagi memiliki rasa takut terhadap penegak hukum.
Baik panitera mau hakim, dinilai telah terbiasa menerima suap sehingga tidak lagi merasa takut dipenjara.
Menurut Asep, persoalan korupsi yang melibatkan hakim maupun panitera pengadilan tidak lepas dari tanggung jawab Mahkamah Agung. Dalam hal ini, menurut Asep, MA tidak mampu memberikan contoh yang baik bagi lembaga di bawahnya.