Mosi tidak percaya
Ada dua hal yang menjadi dasar kekecewaan sejumlah anggota sehingga menandatangani mosi tersebut. Pertama, penolakan pimpinan untuk menandatangani perubahan Tatib yang telah disepakati.
Salah satu poin penting di dalam perubahan itu yakni dipangkasnya masa jabatan pimpinan alat kelengkapan, termasuk pimpinan DPD, dari lima tahun menjadi 2,5 tahun.
Keputusan itu telah disepakati dalam rapat paripurna pada Januari lalu yang juga dihadiri Irman.
Kekecewaan kedua, disebabkan sikap pimpinan DPD yang menutup sidang paripurna pada 17 Maret lalu secara sepihak.
Di saat yang sama, Ketua Badan Kehormatan DPD AM Fatwa sedang membacakan hasil perubahan Tatib DPD.
Akibat kedua hal itu, sebanyak 60 anggota menandatangani mosi tidak percaya. Mosi itu sendiri telah diserahkan kepada BK DPD sebelum sidang paripurna kemarin dibuka.
Namun, secara simbolis mosi itu kembali diserahkan di depan forum sidang yang disaksikan langsung oleh pimpinan DPD.
Ditindaklanjuti
Ketua BK DPD AM Fatwa memastikan akan menindaklanjuti mosi tidak percaya yang telah disampaikan.
Sejak diberi mandat untuk merevisi secara redaksional Tatib yang telah disepakati, ia menyebut, BK telah beberapa kali menyurati pimpinan DPD untuk segera menandatangani Tatib.
Namun, permintaan itu tak kunjung ditindaklanjuti sampai kini. (Baca: BK Akan Kembali Ajukan Tanda Tangan Perubahan Tatib DPD)
"(Bisa dilakukan) pemanggilan (pimpinan) nanti," kata Fatwa.
Ia pun optimistis, pimpinan akan memenuhi panggilan BK jika hal itu dilakukan. Sebab, selama ini pimpinan dikenal kooperatif jika mendapat panggilan BK.
Secara terpisah, Irman meminta, agar semua pihak dapat menyikapi mosi tidak percaya secara bijaksana. Sebab, mekanisme itu tidak diatur di dalam sistem kelembagaan yang ada.