Adalah wajar apabila satu bangsa berdasarkan kebudayaannya berusaha membangun peradabannya sendiri. Yang dimaksudkan dengan peradaban (Inggris : civilization, Belanda : beschaving) menurut Encyclopedia Americana adalah segala perkembangan manusia dalam penguasaan pengetahuan dan kecakapan yang mendorongnya untuk mencapai perilaku yang luhur.
Peradaban bersumber pada kebudayaan yang menurut ilmu antropologi adalah seluruh perilaku manusia sebagai hasil pelajaran (learned behavior yang berbeda dari instinctive behavior). Hal ini meliputi keseluruhan pemikiran dan benda yang diciptakan manusia dalam perkembangan sejarahnya.
Kebudayaan adalah pola berpikir dan berbuat yang terjadi dalam kehidupan satu bangsa dan yang membedakannya dari kelompok atau bangsa lain.
Timbul pertanyaan : Apakah kita berhak atau patut bicara tentang peradaban Indonesia ? Sebab sejak kemajuan dunia Barat yang terjadi setelah Renaissance, pengertian peradaban seakan-akan sinonym dengan dunia Barat.
Kemajuan membuat manusia Barat makin mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mencapai keberhasilan dalam mewujudkan kehidupan materi, serta menguasai seluruh planet Bumi.
Bicara tentang peradaban kemudian ditafsirkan sebagai bicara tentang peradaban Barat. Seakan umat manusia yang hendak mencapai peradaban tidak bisa lain dari mewujudkan peradaban Barat. Dunia Barat sendiri menganggap peradaban adalah kehidupan seperti yang mereka lakukan; semua orang yang mau dinilai beradab harus hidup seperti manusia Barat.
Namun pada akhir Abad ke 20 timbul proses penyadaran manusia bahwa di samping nilai-nilai universal ada pula nilai-nilai yang khas, dan bahwa nilai universal bukan identik dengan nilai-nilai budaya Barat.
Hal itu diperkuat ketika pada abad ke 20 terjadi kemajuan besar dalam kehidupan bangsa-bangsa Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan terakhir China, yang hidupnya dilandasi budaya Konfusianisme. Apalagi kemampuan bangsa-bangsa itu menyaingi kehidupan masyarakat Barat.
Atas dasar itu Dunia Barat menganggap bahwa bangsa-bangsa penganut Konfusianisme akan maju dan sejahtera, kalau tidak setingkat dengan Barat hanya sedikit di bawahnya. Dan bangsa Asia tidak akan mungkin maju kalau tidak mau mengambil Konfusianisme sebagai kebudayaannya .
Dalam majalah Time tanggal 14 Juni 1993, dimuat tulisan bahwa Asia, sekurang-kurangnya Asia Timur, adalah wilayah yang dikuasai peradaban Konfusianisme. Sebagaimana Eropa dan Amerika adalah wilayah yang dikuasai peradaban Barat.
Pandangan itu adalah pengakuan bahwa mungkin ada peradaban lain di samping Barat, asalkan bangsa itu dengan kebudayaannya dapat menghasilkan kehidupan yang maju baik secara jasmani dan rohani, material dan spiritual, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara luas dalam kehidupan masyarakatnya.
Dengan demikian terjawab pertanyaan di awal tulisan : bangsa Indonesia berhak dan bahkan wajib membangun peradaban Indonesia. Sebab UUD 1945 menyatakan bahwa bangsa Indonesia wajib memberikan sumbangan untuk membuat kehidupan umat manusia lebih maju, sejahtera dan damai.
Hal itu hanya dapat terwujud kalau ada peradaban Indonesia, yang dibangun bukan dengan mengambil kebudayaan orang lain, melainkan dilandasi kebudayaan Indonesia sendiri.
Restorasi Pancasila
Untuk membangun peradaban Indonesia, Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Jati Diri Bangsa harus mendapat penanganan berbeda dari yang selama ini dilakukan bangsa Indonesia, terutama para pemimpinnya.
Pancasila harus mengalami Restorasi sehingga menjadi kebudayaan bangsa yang mampu mendukung pembangunan peradaban Indonesia. Dalam kondisi sekarang ketika Pancasila tidak dihiraukan dan bahkan dilecehkan oleh masyarakat dan para pemimpinnya, Pancasila tak akan mungkin menghasilkan kebudayaan yang diperlukan untuk proses pembangunan peradaban.
Restorasi Pancasila mempunyai tiga aspek; aspek pertama adalah pendalaman dan pemahaman nilai-nilai Pancasila yang jauh lebih intensif di seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan terpelajar dan kalangan pimpinan bangsa dan daerah. Itu sangat diperlukan agar Pancasila mempengaruhi pembangunan peradaban Indonesia.
Aspek kedua Restorasi Pancasila menjadikan Pancasila berperan sebagai faktor utama dalam pembangunan Manusia Indonesia dan Masyarakat dan Bangsa Indonesia (Nation and Character Building), yang dulu selalu dikumandangkan Bung Karno tapi tak pernah dilaksanakan secara serius dan intensif.
Aspek ketiga Restorasi Pancasila adalah menjadikan Pancasila referensi utama untuk memperkaya kebudayaan Indonesia ketika hendak mengadopsi nilai-nilai bukan-Indonesia. Karena Pancasila adalah paham terbuka, maka tidak mustahil bangsa Indonesia merasa perlu mengadopsi hasil kebudayaan bangsa lain untuk peningkatan kehidupan sendiri, seperti dilakukan bangsa Indonesia di masa dahulu ketika mengadopsi nilai-nilai agama Hindu, Buddha dan Islam.
Hal ini amat penting di masa sekarang ketika di luar Indonesia terjadi kemajuan luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Adopsi harus menjamin bahwa hasilnya benar-benar sesuai dengan keperluan hakiki bangsa Indonesia. Untuk itu Pancasila menjadi referensi utama dalam mengadopsi nilai-nilai asing itu.