Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKD Putuskan Lanjutkan Persidangan Kasus Setya Novanto

Kompas.com - 24/11/2015, 16:13 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan untuk melanjutkan laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.

Keputusan itu diambil setelah MKD mendengar pendapat ahli bahasa terkait legal standing Sudirman dalam membuat laporan.

"Hasil rapat pleno tadi diputuskan untuk dilanjutkan ke dalam proses persidangan," kata anggota MKD, Syarifudin Sudding, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Menurut Sudding, tidak ada perdebatan berarti selama rapat pleno berlangsung. Sebab, ahli bahasa telah memberikan penafsiran pada kata "dapat" dalam Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang tata beracara MKD.

Rencananya, MKD akan menggelar rapat pleno kembali pada Senin (30/11/2015). Dalam rapat tersebut, MKD akan menyusun jadwal sidang termasuk siapa saja pihak-pihak yang akan dipanggil untuk digali keterangannya.

"Semua pihak tanpa terkecuali yang ada keterkaitannya akan kita panggil," ujarnya.

Selain itu, Sudding menambahkan, MKD akan menyelenggarakan sidang dengan cara terbuka dan tertutup secara proporsional. (Baca: Ada Anggota MKD yang Sering Bolos Rapat, tetapi Aktif di Kasus Setya Novanto)

Ia menjelaskan, sidang dapat tebuka jika ada kesepakatan dari pihak yang dipanggil agar sidang dilangsungkan terbuka.

"Namun, kalau yang diperiksa ada hal yang rahasia, maka sidang dapat dilakukan tertutup," ujarnya.

Laporan Sudirman sempat dipersoalkan lantaran dianggap tidak memiliki legal standing sesuai dengan Peraturan DPR tentang Tata Beracara MKD.

Sebagian internal MKD memakai Bab IV Pasal 5 ayat (1) peraturan DPR yang isinya bahwa laporan ke MKD dapat disampaikan oleh pimpinan DPR, anggota DPR, atau masyarakat dan kelompok masyarakat. Tak ada peraturan yang menyebut pejabat eksekutif bisa membuat laporan.

Namun, ahli bahasa yang dimintai pendapat oleh MKD, Yayah Bachria, mengatakan, setiap orang berhak membuat aduan ke MKD. (Baca: Ahli Bahasa: Siapa Pun Bisa Mengadu ke MKD)

Menurut Yayah frasa "dapat" dalam Pasal 5 tersebut dapat diartikan "bisa" atau "boleh". Arti lainnya bisa juga "diizinkan" atau "tidak dilarang".

Selain masalah legal standing laporan, sebagian internal MKD juga mempersoalkan bukti rekaman yang diserahkan Sudirman. (Baca: Junimart Minta Pimpinan DPR Tidak Bicara Kasus Novanto di Media)

Dalam laporannya, pekan lalu, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid. (Baca: "Tugas Pimpinan DPR Pimpin Rapat, Bukan Bertemu Pengusaha")

Menurut Ketua MKD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Surahman Hidayat, rekaman yang diserahkan Sudirman ke MKD hanya berdurasi 11 menit dan 38 detik. Sementara itu, menurut laporan Sudirman, durasi pembicaraan sebetulnya mencapai 120 menit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com