Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Yudisial

Kompas.com - 29/07/2015, 16:00 WIB


Oleh: Jakob Tobing

JAKARTA, KOMPAS - Harian Kompas edisi 9 Juli 2015 memberitakan pertemuan Wakil Ketua Mahkamah Agung (Bidang Non-Yudisial) Suwardi dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan. Pada kesempatan itu Suwardi menyampaikan usul (lembaga) MA agar Komisi Yudisial dihapus dari Bab IX UUD 1945.

Suwardi berpendapat masuknya KY dalam Bab IX UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman adalah sebuah kecelakaan konstitusi. Sebuah media mengutip Suwardi menyatakan kekuasaan kehakiman harusnya benar-benar berkuasa tanpa harus diawasi. Media massa juga memberitakan pimpinan MPR berjanji mengkaji usul MA itu.

Berita itu menyeruak di tengah langkah KY mengajukan kepada MA rekomendasi sanksi etik untuk hakim tunggal Sarpin Rizaldi terkait cara penanganan perkara praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawanmelawan KPK. Pada saat yang sama, ramai berita soal perdagangan hukum. Sejumlah hakim, pengacara, dan penegak hukum lainnya di Medan, Bandung, Semarang, dan lain-lain juga menjadi terpidana atau tersangka dalam berbagai perkara pidana suap dan korupsi.

Di pihak lain, dalam kaitan dengan masalah KY dan MA, Kepala Polri Badrodin Haiti menyarankan agar antarlembaga tidak usah saling mengoreksi (Kompas.com, 17/7/2015).

Pasal 24A (2) dan 24B UUD 1945 hasil amendemen tahap 3 yang ditetapkan dalam Sidang Tahunan MPR 9 November 2001 memerintahkan pembentukan KY. Selanjutnya, UUD 1945 memberikan wewenang dan tugas kepada KY untuk mencalonkan hakim agung kepada DPR dan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Keputusan diambil MPR dalam rangka reformasi Indonesia untuk membangun fondasi negara demokrasi dan negara hukum.

Pasal 1 Ayat (2) menegaskan bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD menggantikan ayat lama yang menyatakan kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Pasal 1 Ayat (3) ditambahkan untuk menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rule of law state). Sejalan dengan itu, amandemen UUD 1945 menegaskan, Indonesia menganut asas-asas pemisahan kekuasaan, checks and balances, kekuasaan kehakiman yang merdeka, penghargaan hak-hak asasi manusia, melakukan sirkulasi kekuasaan secara demokratis dan periodik, dan lain-lain.

Reformasi konstitusi juga menegaskan bahwa semua lembaga negara memperoleh kekuasaannya dari UUD 1945, dan UUD 1945 adalah hukum tertinggi yang harus ditaati semua pihak. Dengan itu jelas bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi konstitusional.

Dengan demikian, yang menjadi rujukan final kekuasaan bukan kehendak politik kekuasaan atau orang yang berkuasa (rule by law dan/atau rule of man), tetapi UUD 1945 (rule of law) dan undang-undang yang berlaku. Dalam kaitan mana konstitusionalitas UU terhadap UUD 1945 ditegakkan melalui pembentukan Mahkamah Konstitusi yang antara lain berwenang melakukan uji konstitusionalitas UU terhadap UUD 1945.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Nasional
Kontroversi Usulan Bansos untuk 'Korban' Judi Online

Kontroversi Usulan Bansos untuk "Korban" Judi Online

Nasional
Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Nasional
MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com