Ada banyak laporan dari masyarakat, tetapi tidak jelas mengapa yang satu segera ditindaklanjuti dan yang lain dibiarkan. Prioritas proses hukum seharusnya tergantung besar-kecilnya perkara menyangkut kepentingan dan kerugian masyarakat. Apabila itu terjadi, tidak perlu ada pemidanaan untuk Nenek Asyani yang melukai rasa keadilan masyarakat. Itulah realitas buruk administrasi penegakan hukum kita.
Wacana pemberian remisi bagi koruptor adalah langkah mundur lain dalam penanganan kasus korupsi yang tergolong kejahatan luar biasa. Rasa keadilan masyarakat banyak yang paling dirugikan oleh keserakahan koruptor kembali diabaikan. Dalam kemelut dualisme kepemimpinan partai, hukum pun hendak dibelokkan untuk mengamankan stabilitas politik dalam jangka pendek.
Marwah lembaga penegak hukum hendak dibangun berdasarkan politik pencitraan, bukan penegakan hukum internal yang tidak pandang bulu. Citra bersih suatu institusi penegak hukum sejatinya amat ditentukan oleh kesan dan kesimpulan masyarakat yang sehari-hari langsung berurusan dengan institusi tersebut. Buruknya indeks persepsi korupsi untuk Indonesia bukan karena korupsi individual, melainkan korupsi yang melembaga dalam suatu budaya korup.
Apabila hukum dibiarkan berjalan tanpa intervensi yang meluruskan, para pelanggar hukum yang memiliki akses pada kekuasaan akan gembira. Karena itu, rakyat Indonesia memilih presiden dengan harapan terjadi reformasi lembaga penegak hukum. Reformasi tidak sama dengan tindakan heroik sewaktu-waktu. Itu perubahan secara drastis untuk perbaikan politik penegakan hukum.
Reformasi tak akan terjadi tanpa keberanian politik dari pemimpin yang memiliki keutamaan moral. Indonesia tidak membutuhkan pemimpin heroik. Cukup pemimpin biasa dengan keberanian untuk meluruskan politik penegakan hukum yang sedang berjalan mundur.
Yonky Karman
Pengajar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Rabu (25/3/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.