Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Boediono sebagai Tersangka Tinggal Hitung Hari?

Kompas.com - 07/12/2013, 12:17 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Chodry Sitompul, berpendapat, penetapan Wakil Presiden Boediono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tinggal menghitung hari. Chodry menilai, Boediono yang ketika itu menjabat gubernur Bank Indonesia ikut bertanggung jawab atas penerbitan FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Ini menghitung hari saja, apakah menunggu pemerintahan SBY ini habis, kan ini proses hukum jalan. Nanti sudah ada peralihan kekuasaan, pergeseran kekuatan politik, itu akan jadi cepat," kata Chodry dalam diskusi bertajuk Duri dalam Century di Jakarta, Sabtu (7/12/2013).

Menurut Chodry, kebijakan pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik merupakan keputusan yang diambil Dewan Gubernur BI secara kolektif kolegial. Tidak mungkin hanya mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya yang menjadi satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas kebijakan tersebut.

"Mestinya semua orang yang ikut dalam rapat itu kena, kasus LHI (Luthfi Hasan Ishaaq) misalnya, orang yang menerima uangnya Luthfi saja sampai dipanggil KPK. Logikanya semua yang ikut dalam rapat dewan gubernur itu ya mestinya kena dong," ujar Chodry.

Selain itu, menurut Chodry, KPK menjerat Budi Mulya dengan Pasal 55 KUHP yang menunjukkan bahwa perbuatan pidana itu tidak dilakukan sendirian. Ada dugaan keterlibatan pihak lain dalam pengambilan kebijakan FPJP dan status Century yang diduga mengakibatkan kerugian negara itu.

"Itu Pasal 55 itu penyertaan karena kolektif kolegial itu, menurut analisis saya, akan sampai ke beliau (Boediono)," katanya.

Dia berpendapat, KPK menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka kasus Century ini sebagai pintu masuk untuk menjerat pihak lain yang lebih besar. Pengusutan kasus Century ke Boediono, menurut Chodry, hanya masalah waktu.

"KPK memilih BM (Budi Mulya) sebagai tersangka, menurut kebiasaan, BM ini adalah figur yang paling sedikit dampak politiknya, paling lemah, dijadikan pintu masuk. Kasus-kasus KPK itu kan kaya makan bubur panas, dari pinggir. Ini soal waktu saja, bisa sampai ke Pak Boediono. KPK itu kan kendalanya memang waktu ya, proses pidana di KPK memerlukan waktu," tuturnya.

Pendapat senada disampaikan Ketua Dewan Pembina Humanika Andrianto. Menurutnya, patut dipertanyakan jika KPK hanya menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka, padahal keputusan FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik diambil secara kolektif kolegial.

“Dewan gubernur itu kolektif kolegial. Dalam KPK menetapkan Budi Mulya, jadi pertanyaan publik mengapa hanya Budi Mulya? BI ini terdiri dari dewan gubernur dan perangkat lainnya itu Budi, Siti. KPK ambil ranah yang jelas saja, tidak abu-abu sehingga tidak menimbulkan polemik," tuturnya.

Dalam kasus dugaan korupsi pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, KPK menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka. Dia diduga bersama-sama melakukan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Budi dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.

Akhir Desember 2012, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan kepada Tim pengawas Bank Century di DPR bahwa Budi dan mantan Deputi Gubernur BI Siti Fajriah merupakan pihak yang bertanggung jawab atas kerugian negara yang timbul terkait Century. Namun, hingga kini, pemeriksaan perkara Siti masih mengambang karena yang bersangkutan sakit parah sehingga dianggap tidak dapat menjalani proses hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Nasional
Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Nasional
PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

Nasional
Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Nasional
PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

Nasional
Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Nasional
LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

Nasional
DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

Nasional
PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

Nasional
PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Kementerian KP Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Capai SDGs Poin 14

Kementerian KP Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Capai SDGs Poin 14

Nasional
Kejagung Sita 713 Ton Gula Kristal dan Uang Rp 200 Juta di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Sita 713 Ton Gula Kristal dan Uang Rp 200 Juta di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
Stranas PK Ungkap Kacaunya Pelabuhan Sebelum Dibenahi: Kapal Parkir Seminggu dan Rawan Korupsi

Stranas PK Ungkap Kacaunya Pelabuhan Sebelum Dibenahi: Kapal Parkir Seminggu dan Rawan Korupsi

Nasional
Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Nasional
Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com