JAKARTA, KOMPAS.com — Saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya, Hartati Murdaya Poo sempat menangis. Tangisan Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation itu semakin terdengar saat mengeluhkan kehidupannya di penjara.
"Hidup saya terbatas pada ruang tahanan. Memisahkan saya dengan karyawan saya, memisahkan saya dengan kegiatan usaha saya, memisahkan saya dengan kegiatan kerohanian saya, memisahkan saya dengan putra-putri saya," kata Hartati dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/1/2013).
Bahkan, Hartati mengaku tidak bisa hadir dalam acara pernikahan anaknya pada Oktober tahun lalu. "Saya tidak dapat menghadiri pernikahan anak saya yang seharusnya saya berkewajiban sebagai ibu," tambah Hartati.
Dia juga mengeluh karena tidak dapat menghadiri perayaan ulang tahun suaminya, Murdaya Poo, beberapa hari lalu. Mengenai izin menghadiri pernikahan anak Hartati ini, Juru Bicara KPK Johan Budi, saat dihubungi, mengaku tidak mendapat laporan mengenai permintaan Hartati untuk menghadiri pernikahan anaknya tersebut.
Menurut Johan, setiap tahanan KPK, baik itu perempuan maupun laki-laki, pasti diperbolehkan untuk menghadiri pernikahan anaknya. "Pasti diperbolehkan, tidak harus laki-laki yang menjadi wali," ujarnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor pernah mengizinkan mantan Wali Kota Semarang Soemarmo Hadi Saputro untuk menjadi wali pernikahan anaknya. Saat itu, Soemarmo yang menjadi terdakwa kasus suap pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Semarang tersebut berstatus sebagai tahanan KPK.
Dalam kasus Buol, tim jaksa KPK menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan kepada Hartati. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol. Tuntutan lima tahun ini merupakan hukuman maksimal dari pasal yang didakwakan kepada Hartati, yakni Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Hartati dalam pleidoinya yang dibacakan hari ini berdalih tidak pernah menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin-izin perkebunan kepala sawit PT HIP dan PT CCM di Buol.
Menurut Hartati, surat-surat izin yang ditandatangani Amran seusai pemberian uang Rp 3 miliar tersebut tidak berguna bagi perusahaannya. Hartati pun meminta agar majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan serta memperbaiki nama baik dan kedudukannya dalam masyarakat.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol