Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangis, Hartati Minta Dibebaskan

Kompas.com - 21/01/2013, 13:34 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation/ PT Cipta Cakra Murdaya Hartati Murdaya Poo meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis yang seadil-adilnya. Hartati meminta hakim membebaskannya dari tuntutan serta memperbaiki nama baik dan kedudukannya di mata masyarakat. Hal ini merupakan kesimpulan dari nota pembelaan (pledoi) pribadi yang dibacakan Hartati dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/1/2013). Dia mengaku tidak bersalah karena tidak berniat menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait perizinan perkebunan kelapa sawit di Buol.

"Visi misi dan tanggung jawab saya menghidupkan puluhan ribu karyawan. Saya mohon majelis hakim memutuskan dengan kejernihan hati nurani. Saya dengan usia hampir 67 tahun, tidak banyak lagi waktu produktif saya. Mohon dibeirkan kesempatan untuk mengabdi," kata Hartati.

Mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat itu pun menyinggung masalah iklim investasi tanah air. Menurutnya, kasus dugaan penyuapan di Buol ini dikhawatirkan dapat memengaruhi iklim investasi dalam negeri.

"Kasus Buol sudah menciptakan rasa resah dan ketakutan dunia usaha dalam negeri. Seperti yang diungkapkan Ketua Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesa) Anton Supit, jika orang seperti Hartati yang dikenal bersih bisa dijebloskan ke penjara, bagaimana dengan lainnya?," ungkap Hartati.

Dalam pledoinya yang berjudul "Nota Pembelaan untuk Menemukan Keadilan. Masih Adakah Keadilan? Air Susu Dibalas dengan Air Tuba" itu, Hartati merasa telah berjasa kepada bangsa dan negara. Selaku pengusaha, dia sudah memajukan ekonomi masyarakat Buol melalui perkebunan kelapa sawit yang didirikannya di sana. Namun, KPK menetapkan Hartati sebagai tersangka atas dugaan menyuap Amran terkait kepengurusan izin perkebunannya di Buol.

Sementara, menurut Hartati, uang yang diberikan PT HIP kepada Amran bukanlah suap melainkan bantuan dana kampanye pemilihan kepala daerah (Pemilkada) Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahan. Hartati berkilah kalau pemberian uang itu tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan karena menurutnya, PT HIP sebenarnya tidak membutuhkan izin yang ditandatangani Amran seusai pemberian uang tersebut.

"Tidak ada hubungan antara pemberian dana Pilkada dengan HGU karena sudah proses HGU nya sejak 1999. Surat-surat yang dtiterbitkan Amran, terdiri dari surat Bupati Buol untuk Gubernur Sulteng perihal izin perkebunan PT CCM 4.500 hektar, surat bupati Buol kepada kepala BPN soal permohonan kenijakan HGU 4500 hektar atas nama PT CCM/PT HIP, surat bupati Buol kepada direktur PT Sebuku, semua tidak dbutuhkan PT HIP," ungkap Hartati.

Sementara, menurut jaksa, uang Rp 3 miliar yang diberikan Hartati kepada Amran melalui dua anak buahnya tersebut merupakan imbalan karena Amran telah membantu mengurus izin-izin perkebunan PT HIP dan PT CCM. Saat membacakan pledoinya, Hartati sempat menangis. Dengan suara bergetar, Hartati mengatakan kalau KPK telah mengubah hidupnya.

"Yang sebelumnya saya produktif berkarya menjadi pengangguran," ucapnya sambil menyeka air mata.

Tangisan Hartati semakin terdengar ketika dia mengeluhkan kehidupan di penjara. "Sejak Februari 2012, hidup saya terbatas pada ruang tahanan. KPK memisahkan saya dengan karyawan saya, dengan kegiatan usaha saya, dengan kegiatan kerohanian saya, dengan putra putri saya, " tuturnya.

Dalam persidangan sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan kepada Hartati. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol. Tuntutan lima tahun ini merupakan hukuman maksimal dari pasal yang didakwakan kepada Hartati, yakni Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

    Nasional
    Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

    Nasional
    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    [POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

    Nasional
    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com