Salin Artikel

Febri Diansyah dan Rasamala, Eks Pentolan KPK yang Kini Bela Tersangka Pembunuhan Berencana

JAKARTA, KOMPAS.com - Lama tak terdengar kabarnya, dua pentolan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang, muncul dengan kabar mengejutkan.

Keduanya bergabung sebagai tim kuasa hukum dua tersangka pembunuhan berencana, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Febri dan Rasamala akan membela pasangan suami istri itu dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Febri mengaku telah diminta untuk menjadi pengacara Putri sejak beberapa minggu lalu.

"Saya memang diminta bergabung di tim kuasa hukum perkara tersebut sejak beberapa minggu lalu," katanya dalam pesan tertulis kepada wartawan, Rabu (28/9/2022).

Febri pun berjanji akan memberikan pendampingan secara objektif dalam perkara ini.

"Sebagai advokat saya akan dampingi perkara Bu Putri secara objektif dan faktual," ujarnya.

Terpisah, Rasamala beralasan, dirinya bersedia membela Sambo karena mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu mengaku bersedia mengungkap fakta yang sebenarnya tentang kasus ini di persidangan.

Pertimbangan lainnya, karena ada berbagai dinamika yang terjadi dalam kasus ini, termasuk temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Selain itu, menurut Rasamala, Sambo merupakan warga negara Indonesia, sehingga punya hak yang sama seperti warga negara lainnya.

“Terlepas dari apa yang disangkakan terhadapnya, maka ia juga berhak diperiksa dalam persidangan yang objektif, fair (adil) dan imparsial, termasuk mendapatkan pembelaan yang proporsional dari penasihat hukum yang ia pilih,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (28/9/2022).

Pentolan KPK

Nama Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang bersinar ketika berkiprah di KPK.

Febri dahulu berperan sebagai juru bicara KPK. Wajahnya biasa wara-wiri di media massa, menyampaikan informasi soal kasus korupsi dalam negeri.

Sebelum bergabung ke lembaga antirasuah, sarjana hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu merupakan bagian dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

Saat itu, Febri vokal menyuarakan tentang pemberantasan korupsi, sekaligus memantau jalannya proses peradilan kasus-kasus korupsi di tanah air.

Sembilan tahun berkecimpung di ICW, barulah Febri bergabung ke KPK. Mulanya, dia dipercaya menjadi pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi.

Lantas, awal Desember 2016, Febri ditunjuk sebagai juru bicara sekaligus kepala biro hubungan masyarakat KPK.

Kiprah Febri di KPK berakhir setelah kurang lebih empat tahun berkarier. Dia resmi mundur dari lembaga antirasuah pada September 2020.

Sejak akhir 2019, Febri diisukan mengundurkan diri menyusul kontroversi revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak lama, dia mendirikan kantor hukum yang dia namai Visi Law Office. Firma hukum itu dibentuk Febri bersama rekan sesama mantan aktivis ICW, Donal Fariz.

Rasamala Aritonang juga bukan orang sembarangan di lembaga antirasuah. Dia bergabung dengan KPK sejak 2008 bagian biro hukum.

Saat Rasamala menjabat, tim hukum KPK hampir selalu memenangkan gugatan praperadilan tersangka korupsi di pengadilan.

Tahun 2018, Rasamala mendampingi lima pimpinan lembaga antirasuah bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Terakhir, Rasamala menjabat sebagai Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum Biro Hukum KPK.

Karier Rasamala selama 13 tahun di lembaga antirasuah resmi berakhir pada 30 September 2021. Saat itu, dia menjadi satu dari 57 pegawai KPK yang dipecat karena dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Tes TWK sendiri sempat menjadi polemik karena digunakan sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Para pegawai yang tidak lolos sempat ditawari menjadi ASN di lingkungan Polri. Namun, Rasamala menolak.

Dia mengaku hendak fokus mengajar di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat.

Awal Januari 2022, diketahui Rasamala bergabung ke Visi Law Office, firma hukum yang didirkan Febri Diansyah.

Kini, di bawah atap kantor hukum yang sama, Febri Diansyah dan Rasamala akan membela Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di kasus kematian Brigadir J.

Dua tersangka

Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi merupakan dua dari lima tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.

Sambo ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Agustus 2022. Mantan perwira tinggi Polri itu diduga menjadi otak dari pembunuhan anak buahnya sendiri.

Polisi mengungkap bahwa tak ada insiden baku tembak antara Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J sebagaimana narasi yang beredar di awal.

Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak.

"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022).

Sementara, Putri ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Agustus 2022. Dia disebut terlibat dalam perencanaan pembunuhan yang dirancang suaminya.

Sebelumnya, Putri mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di rumah dinas suaminya di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022). Namun, polisi telah memastikan bahwa peristiwa pelecehan itu tidak ada.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keterangan Putri berubah. Dia mengaku mengalami kekerasan seksual di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, sebelum penembakan Yosua.

Selain Sambo dan Putri, polisi telah menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Ketiganya yakni Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Kelima tersangka disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Sementara, dalam kasus obstruction of justice, Sambo juga tak sendiri. Ada enam polisi lain yang menjadi tersangka perkara ini.

Mereka yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara.

Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/28/15103071/febri-diansyah-dan-rasamala-eks-pentolan-kpk-yang-kini-bela-tersangka

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke