Salin Artikel

Sederet Catatan Persoalan Etik Pimpinan KPK dalam Setahun Kepemimpinan Firli Bahuri...

JAKARTA, KOMPAS.com - Setahun sudah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di bawah kepemimpinan Firli Bahuri cs.

Sejak awal, kinerja Firli cs terus mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak. Salah satunya, terkait dugaan pelanggaran etik yang mereka lakukan. 

Kompas.com mencatat, ada sejumlah persoalan pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh para pimpinan Komisi Antirasuah tersebut. 

Berikut rangkumannya:

1. Kasus sewa helikopter

Pada pertengahan September lalu, Firli dinyatakan melanggar kode etik lantaran menggunakan helikopter sewaan saat melakukan perjalanan pribadi dari kampung halamannya di Sumatera Selatan menuju Jakarta. 

Persoalan ini bermula dari laporan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ke Dewan Pengawas KPK hingga akhirnya bergulir ke sidang etik.

Dalam persidangan terungkap bahwa Firli telah melakukan tindakan yang menimbulkan reaksi negatif dari publik.

Peristiwa itu berawal saat dirinya dihubungi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 18 Juni, yang menginformasikan bahwa akan diselenggarakan rapat pada 19 Juni.

Saat itu, Firli menjawab tidak bisa karena telah mengajukan cuti untuk pergi berziarah dan kehadirannya akan diwakili oleh pimpinan KPK lainnya.

Pada siang hari, ia mendapat kabar bahwa rapat tersebut ditunda dan akan dijadwalkan ulang untuk dilaksanakan pada 22 Juni. Mendapat informasi tersebut, Firli yang pergi bersama istri, anak dan ajudannya, berencana tak akan berlama-lama di kampung halaman. 

"Akhirnya, Terperiksa (Firli) mengatakan kepada Saksi 2 (ajudan Firli, Kevin), 'awalnya kita berencana akan menginap di kampung. Namun akan susah karena mobilitas sulit sehingga kita tak bisa ini, biasanya ada penyewaan helikopter'," kata anggota Dewan Pengawas Albertina Ho.

Kevin lalu menjawab, "Baik, Pak. Nanti saya akan mencari tahu".

Menurut Dewan Pengawas KPK, Firli tidak secara eksplisit memerintahkan ajudannya mencari penyewaan helikopter, melainkan secara implisit dengan kalimat 'biasanya ada penyewaan helikopter'.

Kevin kemudian mendapatkan informasi tentang penyewaan helikopter dengan biaya Rp 7 juta per jam. Namun, helikopter tersebut baru dapat tiba di Palembang pada  19 Juni, lantaran sedang berada di Jakarta. 

Hal itu pun tak dipersoalkan Firli. Ia akhirnya bertolak dari Palembang ke Baturaja sesuai jadwal kedatangan helikopter, dan kembali lagi ke Palembang pada hari yang sama. 

Setelah itu, pada malam harinya, ia kembali meminta kepada ajudannya untuk menyewa helikopter karena belum memiliki tiket pulang untuk kembali ke Jakarta. Permintaan itu disanggupi dan Firli pulang keesokan harinya. 

"Saksi 2 kemudian membayar sejumlah Rp 30.800.000 untuk biaya sewa Rp 28 juta, dan pajak 10 persen Rp 2,8 juta," kata Albertina.

Dari kronologi tersebut, Dewan Pengawas KPK menilai dalih Firli menggunakan helikopter untuk perjalanan pribadinya tidak beralasan. Sebab, jika memang Firli tahu harus pulang ke Jakarta pada 21 Juni, maka ia dapat menyiapkan tiket pesawat untuk pulang. 

Selain itu, alasan Firli pulang lebih pagi untuk mempersiapkan materi rapat juga kurang tepat. Sebab, materi tersebut baru dibuat setelah ajudannya tiba pada Minggu siang.

Pertimbangan lainnya, rapat yang dihadiri Firli dapat diwakilkan oleh pimpinan KPK lainnya.

Atas pertimbangan-pertimbangan itulah, Dewan Pengawas KPK akhirnya menyatakan Firli telah melanggar kode etik dan menjatuhi sanksi ringan berupa Teguran Terulis II.

Terkait kasus ini, Firli telah menyampaikan permohonan maaf. Sedangkan Boyamin sebagai pelapor cukup menerima putusan tersebut. 

Namun, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai sanksi Teguran Tertulis II terlampau ringan bagi Firli. Ia berpendapat, semestinya Firli dikenai sanksi berat berupa rekomendasi mengundurkan diri.

"Secara kasat mata, tindakan Firli Bahuri yang menggunakan moda transportasi mewah itu semestinya telah memasuki unsur untuk dapat diberikan sanksi berat berupa rekomendasi agar mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK," kata Kurnia.

2. Persoalan protokol kesehatan

Sebelum membuat laporan soal helikopter sewaan, Boyamin Saiman lebih dulu mengadukan Firli atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Laporan itu disampaikan Boyamin ke Dewan Pengawas KPK pada Senin (22/6/2020). Sementara, laporan terkait penyewaan helikopter dibuat pada Rabu (24/6/2020).

Firli diadukan ke Dewan Pengawas KPK karena kedapatan tidak mengenakan masker saat bertemu anak-anak dalam perjalanan Firli ke Baturaja, Sumatera Selatan, Sabtu (20/6/2020).

"Dalam suatu kesempatan, Firli bertemu atau berjumpa dengan puluhan anak. Namun, Firli tidak memakai masker dan berdekatan jaraknya dengan anak-anak tersebut sehingga melanggar protokol Covid-19," kata Boyamin dalam keterangan tertulis.

Menurut Boyamin, sebelum pertemuan tersebut, Firli seharusnya memastikan dirinya dan anak-anak itu telah menggunakan masker.

Firli semestinya memahami bahwa anak-anak rentan tertular Covid-19. Terlebih lagi, Firli telah berusia di atas 50 tahun yang membuatnya juga rentan tertular Covid-19.

Tindakan Firli itu, kata Boyamin, kontras dengan rombongan dan pengawalnya yang semuanya menggunakan masker.

"Firli tidak dapat membawa dirinya sebagai panutan dan teladan dalam mematuhi aturan dan arahan pemerintah. Firli sebagai penegak hukum seharusnya patuh hukum," ujar Boyamin.

Dalam foto yang diterima Kompas.com, terlihat Firli yang sedang tidak mengenakan masker berdiri di dekat kerumunan anak-anak yang juga tidak mengenakan masker.

Meski Firli dan anak-anak tersebut tak menggunakan masker, sejumlah personel kepolisian yang mendampingi Firli semuanya terlihat mengenakan masker.

Dalam laporannya, MAKI memohon kepada Dewan Pengawas KPK untuk melakukan penyelidikan dan memberikan keputusan atas dugaan pelanggaran etik terhadap Firli.

Menanggapi laporan tersebut, Firli menyangkal tudingan yang disampaikan Boyamin bahwa dirinya tidak mengenakan masker.

"Terkait isu yang berkembang terkait dengan foto yang tersebar di media, yang menyebutkan bahwa saya tidak mengenakan masker pada saat saya bergiat di luar kota, sebenarnya itu tidak benar," kata Firli, Senin (22/6/2020).

Firli mengklaim dirinya telah menaati aturan dan patuh terhadap anjuran protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah.

Ia mengaku menggunakan tiga jenis masker, yaitu e masker yang dipasang di kantong baju, masker yang dijepitkan di antara dua lubang hidung, dan masker N95.

Firli mengakui sempat melepas maskernya saat bertemu anak-anak. Namun, ia menyebut e masker dan masker yang dijepit di antara dua hidung tetap terpasang.

"Dalam perjalanan, saya menggunakan masker dan ada saat saya buka masker dan masker saya pegang untuk beberapa saat, itu karena saya hendak menyanyikan lagu 'Indonesia Raya' bersama anak-anak sekitar," kata Firli.

"Tapi, untuk masker e mask dan masker yang saya pasang di hidung tetap terpasang," kata Firli menambahkan.

Ia pun menyayangkan adanya laporan MAKI itu yang disebutnya sebagai kritik yang tak sesuai fakta.

"Meski demikian, itulah perjalanan sebagai pimpinan KPK. Jikapun Odin The All Father turun dari Asgard ke Bumi dan menjadi Ketua KPK, pasti akan tetap dikritik. Saya sangat paham pada perhatian ini," kata Firli.

3. Sambut saksi

Baru-baru ini, KPK juga kembali mendapat sorotan karena tindakan Deputi Penindakan KPK Karyoto yang menyambut Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna di lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (8/12/2020).

Kritikan datang salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW menilai tindakan Karyoto memalukan lantaran kehadiran Ketua BPK ke KPK dalam rangka menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan suap proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR yang menjerat mantan anggota BPK Rizal Djalil.

"Tindakan Deputi Penindakan, Karyoto, tatkala menyambut kedatangan Agung Firman Sampurna yang akan diperiksa sebagai saksi dalam sebuah perkara adalah tindakan memalukan dan terkesan memberikan perlakuan khusus," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Selasa.

Menurut Kurnia, tindakan Karyoto menyambut Agung Firman dapat dibenarkan jika Agung Firman tiba untuk menghadiri sebuah acara di KPK.

"Namun, kehadiran yang bersangkutan guna memberikan keterangan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi. Lantas, untuk apa disambut secara khusus?" kata Kurnia.

Kurnia pun mengingatkan, tindakan serupa pernah dilakukan oleh Firli Bahuri saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, tepatnya 8 Agustus 2018.

Saat itu, Firli menjemput langsung saksi Bahrullah Akbar, Wakil Ketua BPK, didampingi oleh Kabag Pengamanan dan menggunakan lift khusus di KPK.

Perbuatan tersebut akhirnya membuat Firli dinyatakan telah melakukan pelanggaran etik berat.

"Oleh karena itu, ICW merekomendasikan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas untuk segera menegur, mengevaluasi, dan menjatuhkan sanksi terhadap Deputi Penindakan atas tindakannya tersebut," ujar Kurnia.

Menanggapi hal ini, Karyoto pun memberikan penjelasan. Karyoto mengatakan, ia berada di lobi Gedung Merah Putih KPK untuk memastikan Agung masuk melalui pintu depan.

"Kebetulan tadi saya di situ memastikan beliau harus lewat depan, tidak boleh lewat belakang. Itu saja," kata Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, dikutip dari Antara.

Karyoto menuturkan, peristiwa itu bermula setelah dia mendapat informasi bahwa Agung akan datang ke KPK berkaitan dengans statusnya sebagai saksi yang meringankan bagi Rizal.

Pihak BPK, kata Karyoto, meminta agar Agung dapat memasuki Gedung Merah Putih KPK melalui pintu belakang.

Namun, Karyoto menolak permintaan itu dan menegaskan bahwa Agung harus masuk melalui pintu depan seperti saksi-saksi lainnya.

"Saya jawab "tidak bisa" semuanya sama harus lewat depan. Apalagi memang walaupun sebagai saksi a de charge (saksi meringankan) tetapi kan perlakuannya harus sama dengan yang lain lewat depan," ujar Karyoto.

Karyoto menambahkan, terkait status sebagai saksi a de charge, Agung bukanlah saksi yang terlibat dalam kasus yang tengah ditangani.

"Hanya beliau diminta oleh tersangka untuk meringankan. Meringankan dalam arti mungkin dari sisi perilaku atau kandidat biasa selama dia BPK," kata Karyoto.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/26/10465501/sederet-catatan-persoalan-etik-pimpinan-kpk-dalam-setahun-kepemimpinan-firli

Terkini Lainnya

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Seluruh Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Seluruh Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan Bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke