Fickar menanggapi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang segera disahkan oleh DPR.
"Saat ini kita sedang mengalami krisis kenegarawanan yang bijaksana dan akomodatif terhadap masyarakatnya, yang banyak sekarang oligarchy, yang hanya peduli pada kepentingan kelompoknya," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019).
"Kita krisis kepemimpinan yang negarawan pada semua level jabatan, termasuk yang tertinggi," ucap dia.
Fickar pun menyoroti beberapa pasal dalam RKUHP tersebut yang dinilainya bermasalah, salah satunya Pasal 167 terkait makar.
Definisi makar menurut pasal tersebut yakni "Niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut".
Fickar menilai bahwa definisi makar tidak sesuai dengan asal katanya, yaitu aanslag. Asal kata dari hukum pidana Belanda tersebut memiliki arti serangan.
"RKUHP cenderung mendefenisikan makar menjadi pasal karet yang dapat digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar dia.
Selain itu, pasal lain yang dinilainya karet yaitu terkait contempt of court atau penghinaan terhadap hukum.
Pasal 281 RKUHP menyebutkan tiga kategori pelanggaran contempt of court.
Ketiganya yaitu tidak mematuhi perintah pengadilan, bersikap tidak hormat atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan, dan tanpa izin pengadilan merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk mempublikasikan proses persidangan.
Fickar berpendapat, pasal tersebut mengekang kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan pers.
DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna yang dijadwalkan pada Selasa (24/9/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/19/21225201/kritik-revisi-kuhp-pakar-hukum-kita-sedang-krisis-negarawan