Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Terus Buru Buronan BLBI

Kompas.com - 28/04/2017, 15:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung terus memburu buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Tentunya terus diburu," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat (28/4/2017), seperti dikutip Antara.

Pada 17 Oktober 2006, Jaksa Agung saat itu, Abdul Rahman Saleh meluncurkan secara resmi penayangan 14 wajah koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Ke-14 buron korupsi BLBI yang ditayangkan itu, yakni Sudjiono Timan (Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia), Eko Edi Putranto (Direksi Bank Harapan Sentosa), Samadikun Hartono (Presdir Bank Modern), Lesmana Basuki (Kasus BLBI), Sherny Kojongian (Direksi BHS).

Kemudian, Hendro Bambang Sumantri (Kasus BLBI), Eddy Djunaedi (Kasus BLBI), Ede Utoyo (Kasus BLBI), Toni Suherman (Kasus BLBI), Bambang Sutrisno (Wadirut Bank Surya), Andrian Kiki Ariawan (Direksi Bank Surya), Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani (Kasus BLBI), Nader Taher (Dirut PT Siak Zamrud Pusako), dan Dharmono K Lawi (Kasus BLBI).

(baca: Ini Sosok Syafruddin Temenggung, Tersangka Perdana Kasus BLBI...)

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Jaksa Agung HM Prasetyo di sela rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/6/2016)
Dari ke-14 nama, di antaranya Sherny Kojongian telah dibawa ke Tanah Air setelah ditangkap Interpol di San Francisco, Amerika Serikat.

Ia diterbangkan ke Indonesia tahun lalu.

Kemudian Adrian Kiki Ariawan telah dipulangkan juga ke Indonesia setelah High Court Australia mengabulkan permohonan ekstradisi yang diajukan Indonesia untuk Adrian Kiki Ariawan pada 18 Desember 2013.

Permohonan itu diajukan pada 28 September 2005, berdasarkan surat bernomor M.IL.01.02-02.

(baca: Soal Korupsi BLBI, Jokowi Minta Bedakan Kebijakan dengan Pelaksanaan)

Terkait KPK yang mengungkap kembali kasus BLBI tersebut, Prasetyo menyatakan bersyukur kasus tersebut diungkap kembali.

"Tentunya kami bersyukur mengangkat kasus itu. KPK menemukan ketidakberesan pelaksanaan SKL (Surat Keterangan Lunas). Tentunya kami akan koordinasikan," tandasnya.

KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka karena diduga saat menjabat sebagai Kepala BPPN pada 2004, dia mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.

Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Litigasi yang dimaksud adalah membawa penyimpangan penggunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dilakukan BDNI di bawah kendali Sjamsul Nursalim ke pengadilan.

Sedangkan restrukturisasi adalah upaya perbaikan cara kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya.

Hasil restrukturisasinya adalah Rp 1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak, sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi.

Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara.

Kompas TV KPK Tetapkan Syafruddin Temenggung Tersangka BLBI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com