JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menggelar sidang kasus suap atas terdakwa panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, Rabu (26/10/2016).
Sidang yang digelar itu menghadirkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, sebagai saksi.
Di hadapan majelis sidang yang dipimpin oleh Sumpeno, Jaksa KPK Dzakiyul Fikri menanyakan soal percakapan Nurhadi dengan panitera Edy melalui telepon.
Saat itu telepon dilakukan dengan tujuan meminta Edy mempercepat pengiriman berkas perkara PT AAL, anak usaha Lippo Group, untuk dikirim dari PN Jakarta Pusat ke MA.
Namun, Nurhadi membantah bahwa permintaan itu untuk memudahkan perkara tersebut. Menurut Nurhadi, permintaan itu hanya untuk mempercepat pelayanan publik.
"Saya enggak menyebut secara spesifik perkara yang mana. Jadi, ya enggak masalah saya minta begitu. Kecuali saya memerintahkan perkara nomor sekian tolong ditahan, itu berarti ada hak orang yang diambil," kata Nurhadi menjawab pertanyaan Fikri di persidangan, Rabu.
Nurhadi juga mengatakan, permintaan percepatan pengiriman berkas adalah bagian dari tugasnya sebagai sekretaris MA.
Hal itu tidak hanya berlaku bagi mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro yang juga merupakan teman semasa SMA, tetapi juga untuk orang lain.
"Tapi kalau minta percepatan itu termasuk tugas dan tanggung jawab saya. Itu kewajiban saya, kebetulan itu teman, ke yang lain juga saya lakukan," kata Nurhadi.
Nurhadi mengakui beberapa kali bertemu Edy. Pertemuan pertama dilakukan pada 2015 di Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC), Semanggi, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Nurhadi mengaku tidak mengingat hal apa saja yang dibahas. "Saya tidak ingat," kata Nurhadi.
Selanjutnya, pertemuan dengan Eddy terjadi pada 2016. Pertemuan dilakukan di tempat yang sama. Nurhadi mengatakan, dalam pertemuan tersebut hanya membahas soal kesehatan dan keluarga.
"Itu bahas keluarga kemudian kesehatan," kata Nurhadi.
(Baca juga: Nurhadi Akan "Buka-bukaan" Dugaan Suap Dirinya di Pengadilan)
Nama Nurhadi disebut dalam surat dakwaan terhadap Doddy Aryanto Supeno. Doddy didakwa memberikan suap sebesar Rp 150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Dalam dakwaan tersebut, Nurhadi berperan mempercepat pengurusan pengajuan PK yang telah lewat batas waktu pengajuannya.