Politikus Partai Amanat Nasional ini bahkan menyebut kebijakan Anies tersebut sebagai turunan program revolusi mental yang diunggulkan Presiden Joko Widodo serta Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Ini momentum melakukan turunan revolusi mental, ini sudah tepat, ini kurikulum yang memang dipaksakan. Perubahan dengan niat baik tapi apabila dipaksakan bisa sangat berbahaya,” kata Teguh di Jakarta, Sabtu (12/13/2014).
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan, sebelumnya menginstruksikan sekolah yang belum menggunakan kurikulum 2013 selama tiga semester untuk kembali ke kurikulum 2006. Sementara itu, bagi sekolah yang telah menjalankan tiga semester diperbolehkan menggunakan kurikulum selama merasa siap.
Teguh mengakui, kurikulum 2006 juga memiliki kelemahan yang harus diperbaiki. Misalnya, tentang banyaknya pelajaran yang dibebankan kepada siswa yang cenderung tidak relevan dengan kebutuhan siswa sesuai dengan umur masing-masing.
“Banyak yang tak ada gunanya, misalnya pelajaran PKN (pendidikan kewarganegaraan), anak saya masih SD diminta menghafal tugas presiden, MPR, DPR, tidak ada gunanya bagi dia. Harusnya usia SD diberikan pelajaran bagaimana jadi warga Negara yang baik,” tutur Teguh.
Kendati demikian, menurut Teguh, kebijakan merevisi kurikulum 2013 dan meminta untuk sementara kembali kepada 2006 merupakan langkah yang tepat. Saat ini, Teguh menilai kurikulum 2013 belum siap diterapkan. Banyak guru dan murid yang mengeluhkan penerapan kurikulum warisan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Dalam diskusi yang sama, Anies menyampaikan, pemerintah saat ini mendorong peningkatan kompetensi guru dan pengembangan kepemimpinan kepala sekolah. Ia pun memberikan kesempatan kepada sekolah yang masih ingin menerapkan kurikulum 2013 selama pemerintah melakukan revisi.
Menurut Anies, sekolah yang telah menerapkan kurikulum 2013 ini nantinya bisa menjadi acuan dan tempat belajar bagi guru dari sekolah lainnya. “Pelatihan guru dengan cara yang benar maka kita akan mendapatkan sekola yang baik, kita tidak ingin sekadar perbaiki kurikulumnya. Yang enam ribuan sekolah kemarin, kita berikan kesempatan terus, tapi bila dalam tiga semester ini merasa berat, tidak akan menjadi masalah, silahkan diputuskan,” ucap dia.
Penggagas program Indonesia Mengajar ini juga menilai bahwa kurikulum bukan satu-satunya faktor yang menentukan kualitas pendidikan Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.