JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, kegaduhan bakal terjadi jika Revisi Undang-Undang tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024, dipakai untuk mengubah ketentuan Pasal pemilihan Ketua DPR periode mendatang.
Adapun aturan pemilihan Ketua DPR, sebagaimana UU MD3 yang ada saat ini, ditetapkan berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR.
Kemudian, diketahui dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, PDI-P menjadi partai politik peraih suara terbanyak.
"Kalau revisi dilakukan kembali terhadap pasal tersebut, akan terjadi kegaduhan," kata Hendrawan kepada Kompas.com, Rabu (3/4/2024).
Baca juga: Fakta-fakta Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas 2024 di Tengah Isu Perebutan Kursi Ketua DPR
Adapun pasal yang dimaksud Hendrawan tentang mekanisme penentuan kursi pimpinan DPR adalah Pasal 427D Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3.
"Ketentuan yang mengatur susunan dan mekanisme penetapan pimpinan DPR ada di Pasal 427D UU Nomor 2 Tahun 2018, yang merupakan revisi kedua UU 17 Tahun 2014. Pimpinan ditetapkan berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR," ujar anggota Komisi XI DPR ini.
Di sisi lain, Hendrawan menceritakan tentang perubahan UU MD3 usai pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Saat itu, menurut dia, ada dinamika politik di mana pihak calon presiden Prabowo Subianto dari Koalisi Merah Putih (KMP) ingin merebut kursi Ketua DPR.
"UU MD3 yang sekarang berlaku (UU 13 Tahun 2019) merupakan revisi ketiga terhadap UU MD3 nomor 17 Tahun 2014. Revisi tersebut dilakukan untuk mengakomodasi dinamika politik pasca-pemilu 2014," kata Hendrawan.
Baca juga: Sekjen DPR Konfirmasi Revisi UU MD3 Masuk Daftar Prolegnas Prioritas 2024
"Saat itu parlemen terbelah antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). KMP yang jagoannya kalah dalam Pilpres, ingin menguasai parlemen, sehingga mengubah aturan main yang berlaku dalam UU MD3," ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Hendrawan mengatakan, revisi UU sebaiknya dilakukan terhadap UU lainnya.
Misalnya, revisi undang-undang untuk menguatkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang merupakan salah satu alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR.
"Keanggotaannya yang selama ini hanya sembilan anggota (satu fraksi diwakili satu anggota), bisa ditambah. Kewenangannya juga bisa diperjelas, sehingga fungsinya dapat dioptimalkan," katanya.
"Terus, jumlah-jumlah pimpinan. Misal pimpinan MPR dengan jumlah wakil ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota, sehingga yang sekarang berjumlah 10 orang, bisa lebih dirasionalkan, misal menjadi lima orang saja," ujar Hendrawan lagi.
Baca juga: 3 Partai Koalisi Perubahan Tak Sepakat Revisi UU MD3, Tak Persoalkan Kursi Ketua DPR Diduduki PDI-P
Sebagai informasi, belakangan mengemuka isu revisi UU MD3 bakal terjadi usai Pemilu 2024. Apalagi, DPR mencantumkan RUU MD3 masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2024.