JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla menyebutkan, tak ada partai politik yang didirikan untuk menjadi oposisi.
Sebab itu, kemungkinan banyak partai setelah pemilihan umum (pemilu) akan berpikir pragmatis untuk keuntungan mereka dan akan bergabung menjadi koalisi.
"Sekali lagi tidak ada partai yang didirikan atau mau jadi oposisi, oposisi bagi partai adalah kecelakaan jadi karena itu banyak pragmatis," katanya dalam acara diskusi di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).
Baca juga: Hak Angket Diragukan Terealisasi, Jusuf Kalla: Belum Apa-apa Sudah Ragu
Jusuf Kalla memberikan contoh partai Golkar. Partai tempatnya bernaung, menurut Kalla, adalah partai pragmatis.
Pada pemilu 2004 lalu, Kalla yang menjadi calon wakil presiden (cawapres) berpasangan dengan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak didukung Partai Golkar.
"Banyak partai yang pragmatis termasuk partai saya Golkar dulu kalah pemilu 2004 tapi saya menjadi (wakil) presiden bukan didukung Golkar saya jalan sendiri nah, tapi begitu menang kita, bergabung Golkar itu, itu biasa (terjadi dalam) politik itu," kata Kalla.
Namun bukan berarti seluruh partai harus beroposisi, dia menyebut harus ada penyeimbang agar negara ini bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Jusuf Kalla hingga Sekjen PDI-P Diskusi Konsolidasi Pasca Pemilu di Kampus UI
Kalla berharap agar partai politik saat ini bisa bertahan dalam posisi penyeimbang pemerintah agar demokrasi bisa berjalan dengan baik di Indonesia.
"Sering orang bertanya kita bagaimana menjalin demorkasi (partai politik) yang tepat, ya demorkasi jangan mencotoh yang sekarang ini, tapi demokrasi yang punya makna, demokrasi yang punya cara yang baik untuk bangsa ini," ujar Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.