BANGSA ini memang dikenal paling banyak humornya. Setiap fenomena tidak terlepas dengan humor. Kasus korupsi yang terus meruyak tanpa pernah jeda, kerap humor dijadikan katarsis. Entah frustasi atau pesimistis melihat rasuah tidak pernah berakhir.
Suatu ketika ada serombongan manusia yang sedang menunggu masuk di pintu neraka. Mereka dipanggil masuk satu persatu oleh pejabat malaikat yang bertugas di sana.
Di dinding belakang tergantung puluhan jam dinding sebagaimana layaknya yang terlihat di bandara udara saja.
Tentu saja ada perbedaannya dengan jam yang ada di dunia ini. Bila jam di dunia menunjukkan posisi waktu berbeda-beda untuk berbagai kota tujuan, jam dinding di neraka juga berbeda kecepatan putarannya.
Salah seorang yang agak bingung bertanya kepada malaikat di sana mengapa hal itu terjadi.
"Oh itu, jam yang tergantung di sana menunjukkan tingkat kejujuran pejabat pemerintah yang ada di dunia sewaktu Anda hidup," ujar malaikat.
Sang malaikat lanjut menjelaskan, "Semakin jujur pemerintahan negara Anda, jam negara Anda di sini semakin lambat. Sebaliknya semakin korup pejabat pemerintah negara Anda, semakin cepat pula jalannya."
"Coba lihat," kata seorang yang sedang antre kepada orang lainnya. "Jam Filipina berputar kencang. Berarti memang benar Marcos banyak korupsi tuh."
"Itu lagi, itu lagi," seru yang lainnya, "Jam Kongo, negaranya Mobutu Seseseko berputar tidak kalah cepat dari jam Philipina."
Mereka semua terlihat menikmati pengetahuan baru itu. Namun mereka mencari-cari, di mana gerangan jam Indonesia. Salah seorang dari mereka memberanikan diri menanyakan kepada malaikat tadi.
"Oh, jam Indonesia ..... Kami taruh di belakang dapur. Sangat cocok dijadikan kipas angin!" jawab sang malaikat (Ngopibareng.id, 4 Oktober 2019).
Soal modus permainan kontraktor mengakali proyek pembangunan, Indonesia memang dikenal jawaranya.
Suatu ketika ada tender pembangunan bendungan raksasa. Hanya ada tiga peserta tender: dari China, dari Amerika serta dari Indonesia.
Peserta tender dari China menawarkan proposal dengan biaya Rp 15 triliun, dengan rincian pembelian material Rp 5 triliun, ongkos kerja Rp 5 triliun serta Rp 5 triliun untuk profit.
Sementara peserta tender dari Amerika mengajukan biaya Rp 20 triliun. Komposisinya, Rp 5 triliun guna pembelian material, yang Rp 5 triliun lagi buat ongkos kerja, Rp 5 triliun untuk penelitian serta Rp 5 triliun untuk pos keuntungan.