Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal LHA PPATK Terkait Dana Hasil Kejahatan Lingkungan Mengalir ke Parpol, Ketua KPK: Masih Pulbaket

Kompas.com - 31/01/2024, 12:12 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sementara Nawawi Pomolango menyebut bahwa pihaknya saat ini masih mengumpulkan bahan keterangan (pulbaket) guna melengkapi laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Adapun laporan PPATK menyebut adanya dugaan transaksi hasil korupsi senilai Rp 3,51 triliun dari 14 kasus di 2023 yang menyangkut calon anggota legislatif (caleg) yang masuk daftar calon tetap (DCT).

PPATK juga sempat menyebut terdapat aliran dana Rp 1 triliun hasil kejahatan lingkungan untuk biaya pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Nawawi mengaku telah menghubungi Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) sepekan lalu.

“Terakhir, seminggu yang lalu, kami coba menanyakan kepada direktur, memang POB (prosedur operasional baku) masuk ditelaah oleh Direktorat PLPM itu,” kata Nawawi saat berbincang dengan Kompas.com di Menara KOMPAS, Jakarta Barat, Selasa (30/1/2024).

Baca juga: Soal Temuan PPATK, KPU Tegaskan Sudah Minta Peserta Pemilu Pakai Rekening Khusus Dana Kampanye

Menurut Nawawi, pihaknya harus memastikan apakah terdapat indikasi perbuatan korupsi yang masuk kewenangan KPK dan subjek hukumnya merupakan penyelenggara negara.

Apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi, Nawawi mengatakan, LHA PPATK itu akan menjadi objek pengawasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Kemarin, seminggu yang lalu beliau masih mengatakan bahwa belum begitu masih ada lagi yang mereka cari langsung, lakukan pulbaket langsung daripada sekadar apa yang disampaikan dalam LHA,” ujar Nawawi.

Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu juga mengaku bahwa pimpinan lembaga antirasuah mewanti-wanti agar tidak ada kecenderungan fokus pada partai tertentu dalam melakukan telaah tersebut.

Baca juga: KPK Sebut Perlu Telaah LHA PPATK soal Transaksi Caleg Sebelum Diselidiki

Lebih lanjut, Nawawi mengungkapkan, jika pulbaket dinilai rampung dan masuk kategori aduan yang bisa ditindak KPK, maka LHA PPATK itu akan dilimpahkan ke Direktorat Penyelidikan.

“Masih kita coba-coba tambah (data) dengan pulbaket hasil LHA Itu, masih telaah dari Direktorat PLPM,” kata Nawawi.

Sebelumnya, PPATK menyatakan mengungkap laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait caleg yang masuk dalam DCT Pemilu 2024.

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi-transaksi mencurigakan itu menyangkut perjudian, narkoba, korupsi, hingga tambang ilegal.

Nilai total transaksi mencurigakan itu mencapai Rp 51,47 triliun dari 100 DCT terbesar.

Berdasarkan nilai transaksinya, dana diduga hasil korupsi menjadi yang terbesar dengan total 14 kasus senilai Rp 3,51 triliun atau Rp 3.518.370.150.789.

Baca juga: Soal Temuan PPATK, KPK Hanya Bisa Usut Dugaan Caleg Korupsi jika Penyelenggara Negara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com