JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2024 di Hong Kong dan Makau terkendala imbas kebijakan Beijing yang tak mengizinkan pendirian tempat pemungutan suara (TPS) di tempat umum pada 14 Februari 2024.
KPU RI mempertimbangkan pemungutan suara Pemilu 2024 di Hong Kong dan Makau dilakukan melalui metode pos untuk total 164.691 pemilih yang terdaftar di dalam daftar pemilih tetap (DPT) di dua kawasan itu.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik menjelaskan, pada 19 November lalu, ia terbang ke Hong Kong dan Makau untuk mendiskusikan izin pendirian TPS di area publik pada kawasan itu.
Sampai saat ini, izin tersebut belum terbit dari Beijing.
Baca juga: DPT Hong Kong dan Makau Dipertimbangkan Mencoblos via Pos, KPU: Terhambat Izin Pendirian TPS
Kepada Kompas.com, ia menunjukkan surat dari Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang pada intinya menyatakan bahwa mereka menghormati Pemilu 2024 yang dilaksanakan Indonesia.
Namun, Beijing menekankan bahwa pelaksanaan pemilu itu bersinggungan dengan hari libur nasional di Hong Kong dan Makau.
"Pemerintah Tiongkok tidak memberikan rekomendasi untuk mengadakan pemilu, pemungutan suara, atau pendirian TPS LN (tempat pemungutan suara luar negeri) di luar premis Konsulat Jenderal RI, dengan pertimbangan pada tanggal 13 Februari 2024 masih dalam suasana liburan nasional Chinese New Year," ujar Idham kepada Kompas.com, Selasa (28/11/2023).
Beijing mengizinkan agar pemungutan suara digelar di KJRI sebagai premis Indonesia.
Masalahnya, KJRI Beijing tak mampu menampung jumlah seluruh pemilih yang ada di kawasan itu.
Pemungutan suara secara terpusat di KJRI berpotensi berdampak pada kondusivitas setempat karena banyaknya jumlah pemilih.
Ini menjadi salah satu alasan KPU mempertimbangkan pemungutan suara Pemilu 2024 di Hong Kong dan Makau dilakukan via pos.
"Jika ada TPS LN di lokasi gedung KJRI berpotensi akan ada antrian yang panjang mengular ke jalan utama kota Hong Kong, karena luas area gedung di Hong Kong pada umumnya sempit, efek padatnya kota tersebut," kata Idham.
Baca juga: KPU Akui Pemungutan Suara Pemilu 2024 via Pos di Hong Kong dan Makau Tak Ideal
Idham tak menampik bahwa metode pos ini bukannya tanpa kendala.
Ia mengakui, surat suara berpotensi tidak 100 persen sampai ke setiap pemilih di Hong Kong dan Makau yang mayoritas merupakan pekerja migran Indonesia (PMI).
"Karena post mailbox (kotak surat pos) di rumah atau apartemen majikan PMI belum tentu dibuka dan terkadang majikan PMI tak memberikan surat suara pos ke pemilih PMI yang terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap) tersebut," ujar Idham.