Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Desa Dikebut Jelang Pemilu 2024, Sinyal Politik Transaksional

Kompas.com - 06/07/2023, 13:44 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar otonomi daerah (otda) Djohermansyah Djohan menilai, revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa kental akan nuansa politik transaksional. Pasalnya, revisi UU ini dikebut di Parlemen jelang gelaran Pemilu 2024.

“Sangat berkaitan sekali ini dengan Pemilu 2024, ini politik transaksi kalau saya membacanya,” kata Djohan kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

Djohan mengatakan, revisi UU Desa lebih banyak menguatkan kekuasaan kepala desa (kades) ketimbang kesejahteraan rakyat desa.

Baca juga: Ketimbang Revisi UU Desa, DPR Didesak Fokus Bahas RUU Perampasan Aset

Misalnya, dalam rancangan UU (RUU) itu diatur soal penambahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun dalam satu periode dan dapat dipilih kembali sebanyak dua kali, menjadi 9 tahun dalam satu periode dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Lewat UU tersebut, diatur pula penghasilan dan tunjangan-tunjangan untuk kepala desa, termasuk uang pensiun.

Bahkan, pembuat UU mengusulkan untuk menambah besaran dana desa dari Rp 1 miliar per tahun setiap desa, menjadi Rp 2 miliar.

“Jadi ini adalah betul-betul undang-undang yang saya bilang untuk kepala desa, bukan untuk rakyat desa,” ujar Djohan.

Baca juga: Apdesi Serahkan 13 Poin Aspirasi Revisi UU Desa ke DPR, Apa Saja?

Lewat revisi UU Desa, kata Djohan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sebagai pembuat undang-undang seolah tengah bertransaksi, menukar pasal-pasal yang sengaja dibuat untuk memperluas kekuasaan kades, dengan kepentingan Pemilu 2024.

Menurut Djohan, kepala desa umumnya punya kekuatan yang besar di wilayahnya. Seorang kades mampu memengaruhi pilihan politik warga desa.

Oleh karenanya, bukan tidak mungkin UU Desa dijadikan senjata buat DPR menagih “imbalan” ke kepala desa kaitannya dengan dukungan politik untuk pemilu.

“Bahwa nanti kami (anggota DPR) sudah kasih nih Anda (kepala desa) masa jabatan, kasih kekuasaan, kasih macam-macam dana, dan juga untuk tambahan penghasilan Anda, pokoknya Anda sejahtera Pak Kades, tapi tolong kami dibantu dengan suara (saat pemilu),” ucap Djohan.

Djohan menyebut, transaksi politik dalam revisi UU Desa telah terlihat jelas sejak awal. Kepala desa-lah yang sedari awal menyuarakan penambahan masa jabatan lewat revisi UU ini.

Bahkan, terjadi demonstrasi besar-besaran oleh kades di berbagai wilayah untuk menuntut perpanjangan masa jabatan.

Sampai-sampai, kepala desa terang-terangan mengancam akan menggembosi suara rakyat desa pada Pemilu 2024 jika tuntutan mereka tak dikabulkan.

Djohan pun khawatir, transaksi politik lewat revisi UU Desa ini akan mengganggu jalannya pemilu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com