JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengeklaim, keterlibatannya dalam sengketa kepengurusan Partai Demokrat bukanlah sebuah intervensi kekuasaan.
Ia juga meyakini, selama dua tahun isu ini berjalan, ia tidak pernah menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.
"Jangan dibawa ke mana-mana. Intervensi kekuasanlah. Kekuasaan yang mana yang intervensi? Pernahkah saya menggunakan kekuasaan, abuse of power, dalam konteks ini? Enggak ada," kata Moeldoko dalam acara Gaspol! Kompas.com, Jumat (23/6/2023).
Baca juga: Saat Kepsek Teriaki Moeldoko Kamu Lagi Kamu Lagi karena Ditangkap Kondektur Kereta
Mantan panglima TNI ini mencontohkan, ketika gugatannya berulang kali dimentahkan oleh pengadilan, ia tidak pernah mengerahkan massa untuk menekan pengadilan.
"Memang selama tiga kali dinyatakan tidak diterima, saya protes? Saya menggunakan kekuatan, terus saya demo di depannya pengadilan? Kagak, biasa-biasa aja Moeldoko ini," kata dia.
Moeldoko memilih untuk mengikuti proses hukum yang ada terkait sengketa Demokrat, termasuk dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
"Enggak usahlah pakai pengerahan kekuatan kanan kiri, kanan kiri, saya kalau mau juga bisa, (tapi) untuk apa? Biasa saja," ujar dia.
Lebih lanjut, Moeldoko juga membantah anggapan bahwa ia diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo untuk merebut Partai Demokrat.
Menurut dia, Presiden Jokowi sama sekali tidak tahu menahu mengenai manuver politiknya dalam sengketa politik ini.
Baca juga: KSP Moeldoko Akui Jokowi sebagai Guru Politiknya
"Sudah saya katakan dengan tegas, enggak ada yang tahu, Pak Jokowi enggak ngerti, istri saya pun enggak ngerti," kata Moeldoko.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, jika PK yang diajukan Moeldoko dikabulkan oleh MA, maka hal itu menunjukan bahwa rezim penguasa menggunakan instrumen hukum untuk menghambat langkah politik kelompok yang dianggap berseberangan.
“Ketika ada penguasa atau mereka yang berkuasa saat ini menggunakan hukum sebagai instrumen politik baik dalam konteks obstruction of justice, melindungi mereka yang dianggap satu bagian dengan mereka, dengan penguasa atau abuse of power menggunakan kekuasaan sebenarnya untuk menghabisi lawan politik dengan cara apapun,” ujar AHY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Rabu (7/6/2023).
“Termasuk melalui PK KSP Moeldoko ini, maka sama saja sesungguhnya penguasa politik telah menggunakan instrumen hukum untuk menghabisi lawan-lawannya. Ini tidak sehat, ini berbahaya, dan ini akan mengusik rasa ketidakadilan kita semuanya,” papar dia.
Baca juga: Unggah Foto dengan Hasto Kristiyanto, Sinyal Moeldoko Gabung PDI-P?
AHY menuturkan, jika langkah Moeldoko akhirnya berhasil, maka hal itu tak hanya mencederai Demokrat tetapi juga demokrasi Tanah Air.
Sebab, jika kepengurusan Partai Demokrat yang sah bisa diambil alih oleh pihak luar, maka hal itu juga bisa terjadi untuk partai politik (parpol) lainnya.
AHY pun mempertanyakan sikap KSP Moeldoko yang terus berupaya untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.
"Apakah karena Demokrat sebagai oposisi? Apa karena Demokrat saat ini sedang serius membangun koalisi perubahan? Ingat, di negeri kita panglimanya adalah hukum, bukan politik," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.