Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko Sebut Sengketa Demokrat Bukan Intervensi Kekuasaan: Pernahkah Saya "Abuse of Power?"

Kompas.com - 24/06/2023, 12:23 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengeklaim, keterlibatannya dalam sengketa kepengurusan Partai Demokrat bukanlah sebuah intervensi kekuasaan.

Ia juga meyakini, selama dua tahun isu ini berjalan, ia tidak pernah menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.

"Jangan dibawa ke mana-mana. Intervensi kekuasanlah. Kekuasaan yang mana yang intervensi? Pernahkah saya menggunakan kekuasaan, abuse of power, dalam konteks ini? Enggak ada," kata Moeldoko dalam acara Gaspol! Kompas.com, Jumat (23/6/2023). 

Baca juga: Saat Kepsek Teriaki Moeldoko Kamu Lagi Kamu Lagi karena Ditangkap Kondektur Kereta

Mantan panglima TNI ini mencontohkan, ketika gugatannya berulang kali dimentahkan oleh pengadilan, ia tidak pernah mengerahkan massa untuk menekan pengadilan.

"Memang selama tiga kali dinyatakan tidak diterima, saya protes? Saya menggunakan kekuatan, terus saya demo di depannya pengadilan? Kagak, biasa-biasa aja Moeldoko ini," kata dia.

Moeldoko memilih untuk mengikuti proses hukum yang ada terkait sengketa Demokrat, termasuk dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

"Enggak usahlah pakai pengerahan kekuatan kanan kiri, kanan kiri, saya kalau mau juga bisa, (tapi) untuk apa? Biasa saja," ujar dia.

Lebih lanjut, Moeldoko juga membantah anggapan bahwa ia diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo untuk merebut Partai Demokrat.

Menurut dia, Presiden Jokowi sama sekali tidak tahu menahu mengenai manuver politiknya dalam sengketa politik ini.

Baca juga: KSP Moeldoko Akui Jokowi sebagai Guru Politiknya

"Sudah saya katakan dengan tegas, enggak ada yang tahu, Pak Jokowi enggak ngerti, istri saya pun enggak ngerti," kata Moeldoko.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, jika PK yang diajukan Moeldoko dikabulkan oleh MA, maka hal itu menunjukan bahwa rezim penguasa menggunakan instrumen hukum untuk menghambat langkah politik kelompok yang dianggap berseberangan.

“Ketika ada penguasa atau mereka yang berkuasa saat ini menggunakan hukum sebagai instrumen politik baik dalam konteks obstruction of justice, melindungi mereka yang dianggap satu bagian dengan mereka, dengan penguasa atau abuse of power menggunakan kekuasaan sebenarnya untuk menghabisi lawan politik dengan cara apapun,” ujar AHY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Rabu (7/6/2023).

“Termasuk melalui PK KSP Moeldoko ini, maka sama saja sesungguhnya penguasa politik telah menggunakan instrumen hukum untuk menghabisi lawan-lawannya. Ini tidak sehat, ini berbahaya, dan ini akan mengusik rasa ketidakadilan kita semuanya,” papar dia.

Baca juga: Unggah Foto dengan Hasto Kristiyanto, Sinyal Moeldoko Gabung PDI-P?

AHY menuturkan, jika langkah Moeldoko akhirnya berhasil, maka hal itu tak hanya mencederai Demokrat tetapi juga demokrasi Tanah Air.

Sebab, jika kepengurusan Partai Demokrat yang sah bisa diambil alih oleh pihak luar, maka hal itu juga bisa terjadi untuk partai politik (parpol) lainnya.

AHY pun mempertanyakan sikap KSP Moeldoko yang terus berupaya untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.

"Apakah karena Demokrat sebagai oposisi? Apa karena Demokrat saat ini sedang serius membangun koalisi perubahan? Ingat, di negeri kita panglimanya adalah hukum, bukan politik," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3 Jemaah Haji Indonesia Meninggal di Madinah

3 Jemaah Haji Indonesia Meninggal di Madinah

Nasional
TNI AL Petakan Rute dan Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster

TNI AL Petakan Rute dan Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster

Nasional
Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com