JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati, protes keras atas aturan baru Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang bisa mengurangi jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Teknis penghitungan KPU membuat jumlah caleg perempuan terancam tak memenuhi target 30 persen, sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Ini persoalan hukum yang jelas-jelas ada penyelewengan, ada kesalahan yang sangat fatal. Yang ditantang ini UUD 1945 dan UU Pemilu yang sudah dibuat dari 2017 belum berubah sampai saat ini, yang tentunya mengatakan minimal 30 persen," ujar Saras kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).
"Seharusnya tidak dipatahkan dengan aturan di bawahnya undang-undang, yaitu yang namanya Peraturan KPU. Jadi ini jangan sampai ini pembenaran," lanjut keponakan Prabowo Subianto itu.
Baca juga: Gagasan Aturan KPU yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan, Ide Siapa?
Aturan baru ini termuat dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Sebagai misal, jika di suatu dapil terdapat 4 kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 1,2.
Baca juga: Aktivis Ancam Gugat PKPU yang Turunkan Kuota Caleg Perempuan ke MA
Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 4 kursi di dapil itu cukup hanya 1 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, 1 dari 4 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan UU Pemilu
KPU selalu berdalih, pembulatan ke bawah pada angka desimal kurang dari koma lina itu menggunakan metode matematis.
Hal itu ditegaskan lagi oleh Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik kepada awak media kemarin.
"Saya yakin rekan-rekan jurnalis pada saat di sekolah maupun perkuliahan, ketika dilakukan pembulatan secara matematika murni, maka 0,0 sampai 0,4 itu dibulatkan ke bawah, dan 0,5 ataupun lebih itu dibulatkan ke atas," ungkapnya, Senin (8/5/2023).
"Ini kan standarnya standar matematika, bukan pembulatan yang baru dalam dunia matematika," tambah Idham.
Merespons hal itu, Saras kembali menyinggung simulasi pembulatan ke bawah pada hasil penghitungan 30 persen dari alokasi 4 kursi di suatu dapil.
"Jika 1 dari 4 bukan 30 persen, 1 dari 7 dan 2 dari 8 itu tidak 30 persen," ungkap anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia itu.
"Jadi di sini tidak ada keberpihakan KPU terhadap perempuan, caleg perempuan, walaupun mereka menyatakan bahwa ini hanya matematika. Matematikanya tidak tahu pakai profesor yang mana. Pastinya harus lagi kembali sekolah," sindir Saras.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.