JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno yakin PDI Perjuangan tak akan dipusingkan dengan urusan koalisi Pemilu 2024, termasuk wacana koalisi besar.
Sebaliknya, partai-partai lain diprediksi bakal menunggu langkah PDI-P untuk memantapkan rencana koalisi.
“Ketika PDI-P mengatakan bahwa koalisi besar sangat tergantung PDI-P, juga sangat rasional, masuk akal,” kata Adi kepada Kompas.com, Rabu (19/4/2023).
Dengan perolehan 27.503.961 atau 19,33 persen suara pada Pemilu Legislatif 2019, PDI-P menjadi satu-satunya partai politik yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Baca juga: Hasto Sebut Konsolidasi Koalisi Besar Baru Akan Dilakukan Setelah PDI-P Umumkan Capres
Artinya, tanpa berkoalisi dengan partai lain pun, PDI-P dapat mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sendiri pada Pemilu 2024.
Sebaliknya, partai-partai lain, terutama partai kecil yang tergabung dalam koalisi besar, diperkirakan bakal merapat ke PDI-P karena tergiur modal besar yang dimiliki partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu.
“Partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar seperti PAN (Partai Amanat Nasional) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) tentu saja pasti dalam posisi bingung dan posisi dilematis,” ucap Adi.
Adi pun menilai wajar jika PDI-P bersikukuh mengusung kadernya sendiri sebagai capres pada pemilu mendatang. Bagaimanapun, partai banteng merupakan pemenang pemilu dua kali berturut-turut.
Baca juga: Hasto Sebut Capres PDI-P buat Pemilu 2024 Bergantung Megawati dan Jokowi
PDI-P juga dinilai punya modal elektabilitas besar. Partai berjargon wong cilik tersebut menempati urutan puncak survei elektabilitas menurut berbagai lembaga dengan angka elektoral tembus 20 persen.
Selain itu, PDI-P juga punya sejumlah kader yang namanya berseliweran di bursa capres. Sebutlah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua DPR RI Puan Maharani, hingga Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Menurut survei banyak lembaga, Ganjar menjuarai survei elektabilitas capres, bersaing dengan Ketua Umum Prabowo Subianto dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Dalam konteks itu ya sangat rasional dan masuk akal kalau kemudian untuk 2024 sekalipun PDI-P tetap mematok harga mati kader mereka adalah harus capres. Itu adalah bentuk kepercayaan tinggi yang menurut saya memang rasional, bisa diukur dan punya argumen secara statistik,” kata Adi.
Meski demikian, Adi menduga, keinginan PDI-P mengusung kader sendiri sebagai calon RI-1 tak akan mulus jika akhirnya mereka bergabung dengan koalisi besar yang diwacanakan Partai Gerindra, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PAN, dan PPP.
Sebab, dalam koalisi tersebut, ada Gerindra yang bersikukuh megusung ketua umumnya, Prabowo Subianto, sebagai capres. Ada pula Golkar yang kekeh mendorong sang ketua umum, Airlangga Hartarto, jadi calon RI-1.
“Problemnya adalah apa yang akan dilakukan oleh Gerindra kalau PDI-P bergabung dengan koalisi besar, apakah akan menolak memilih berhadap-hadapan dengan PDI-P, atau tetap menerima dengan PDI-P yang posisinya terlihat cukup dominan memang,” tutur Adi.
Baca juga: PDI-P: Mega dan Prabowo Bakal Bertemu Saat Lebaran