JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut, subvarian Omicron XBB.1.16 atau Arcturus lebih berpotensi menginfeksi kelompok rawan.
Kelompok yang dimaksud yakni orang dengan komorbid atau penyakit bawaan, lanjut usia (lansia), anak-anak usia di bawah lima tahun, hingga petugas pelayan publik.
Selain itu, subvarian Arcturus juga diprediksi banyak menyerang individu yang imunitasnya rendah karena belum divaksin.
"Kelompok berisiko inilah yang saat ini dan ke depan akan berkontribusi pada peningkatan kasus itu," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (14/4/2023).
Baca juga: Kemenkes Konfirmasi 2 Kasus Subvarian Arcturus di Indonesia
Dicky menduga, subvarian Arcturus akan meningkatkan reinfeksi kasus atau infeksi ulang terhadap orang-orang yang sebelumnya pernah terkena Covid-19.
Dampak subvarian tersebut diprediksi baru terlihat dalam 2-3 minggu mendatang.
Diperkirakan, subvarian Arcturus tidak akan menimbulkan gelombang besar Covid-19 seperti gelombang-gelombang sebelumnya. Sebab, imunitas masyarakat saat ini sudah lebih kuat.
"Tapi jangan sampai juga ini menjadi overconfidence karena tetap kita harus melindungi kelompok paling rawan," ujar Dicky.
Baca juga: Satu Kasus Subvarian Arcturus Berasal dari Pelaku Perjalanan Luar Negeri
Meski demikian, Dicky mengatakan, diperlukan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya gelombang baru Covid-19 karena penyebaran subvarian Arcturus.
Protokol kesehatan di masyarakat perlu kembali diperketat. Apalagi pemerintah telah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan tidak mewajibkan penggunaan masker di tempat terbuka.
Masyarakat diingatkan untuk tetap menggunakan masker dan rajin mencuci tangan. Menurut Dicky, protokol kesehatan ini harus menjadi kebiasaan baru bagi setiap orang.
"Bagaimana personal hygiene atau family hygiene, ini yang harus jadi perilaku baru," katanya.
Bersamaan dengan itu, pemerintah diharapkan meningkatkan tes Covid-19 untuk mendeteksi kasus di masyarakat, serta mempercepat vaksinasi dan vaksin booster.
"Pemerintah harus menggencarkan namanya booster, khususnya pada orang-orang yang aktif, yang berisiko dari sisi mobilitas pekerjaannya, berisiko dari kondisi tubuh seperti lansia atau komorbid, itu penting untuk mendapatkan booster, apalagi kalau belum divaksin," tutur Dicky.
Sebagaimana diketahui, kasus Covid-19 di Indonesia kembali naik baru-baru ini. Tak hanya kasus harian, kasus aktif pun menunjukkan peningkatan.