JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai seharusnya menjerat mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo, dengan sangkaan pasal pemerasan ketimbang gratifikasi.
Menurut mantan Komisioner KPK Saut Situmorang, jika dilihat dari modusnya maka Rafael kerap mengarahkan wajib pajak yang bermasalah untuk menjadi klien perusahaan konsultan pajak miliknya, PT Artha Mega Ekadhana (AME).
Saut mengatakan, pada proses perundingan itulah sebenarnya tindakan yang dilakukan Rafael lebih tepat untuk dijerat dengan sangkaan pemerasan.
“Sebenarnya ini kan bukan gratifikasi. Kalau lihat kronologisnya, kan dia (Rafael) kalau ada (wajib pajak) masalah, dia ngarahin ke perusahaan AME tadi. Itu sebenarnya pemerasan itu, bukan gratifikasi,” kata Saut seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (4/4/2023).
Baca juga: Sejumlah Artis Disebut-sebut Terlibat TPPU Rafael Alun, Pimpinan Komisi III Minta KPK Usut Tuntas
“Kan ini, ‘Saya punya masalah nih, terus kasih ke sono no, yang sono saya punya’, itu kan berarti pemerasan sebenarnya. Mengarahkan, lalu kemudian dia dapat sesuatu," sambung Saut.
Saut mengatakan, jika mengikuti aturan maka persoalan wajib pajak yang bermasalah bisa diselesaikan di kantor pajak di mana wajib pajak itu terdaftar tanpa harus merujuk ke perusahaan konsultan tertentu.
Dalam kesempatan yang sama pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih juga menilai terdapat unsur pemerasan terkait perbuatan yang dilakukan Rafael yang saat ini menjadi tersangka dugaan gratifikasi.
“Yang sementara ini adalah gratifikasi, walaupun itu ada conflict of interest-kan. Dia (Rafael) atur sehingga dia (wajib pajak bermasalah) harus masuk ke perusahaannya, kemudian setelah itu mungkin dia dapat uang juga bisa. Jadi bisa jadi ya pemerasan juga, gratifikasi juga,” kata Yenti.
Baca juga: Riwayat Rafael Alun, Terima Gratifikasi 90.000 Dollar AS, Dipenjara seperti Anaknya
Sebelumnya diberitakan, Rafael disangkakan menerima gratifikasi sebesar 90.000 dolar Amerika Serikat melalui perusahaan jasa konsultan pajak miliknya, PT Artha Mega Ekadhana (AME).
Modusnya adalah Rafael menggunakan kewenangannya sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) sejak 2005 untuk mengarahkan wajib pajak bermasalah buat menjadi klien PT AME.
Diduga melalui perusahaan itu terjadi kongkalikong antara wajib pajak bermasalah dengan Rafael. Melalui cara itulah Rafael diduga mendapatkan gratifikasi.
Dugaan kekayaan tidak wajar Rafael terungkap setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio, menjadi tersangka kasus penganiayaan D.
Baca juga: BERITA FOTO: Rafael Alun Diduga Aktif Giring Wajib Pajak Bermasalah Konsul ke Perusahaannya
Kasus harta tak wajar Rafael itu juga merembet kepada terungkapnya dugaan penyimpangan lain di Ditjen Pajak, Bea Cukai, dan Kementerian Keuangan.
Dalam kasus itu, KPK menyita safe deposit box Rafael yang berisi uang senilai Rp 32,2 miliar dalam bentuk mata uang Euro, dollar AS, dan dollar Singapura.
KPK juga menyita puluhan tas bermerk, 29 perhiasan, 1 sepeda, 2 dompet, serta 1 ikat pinggang dan sebuah jam tangan dari hasil penggeledahan di rumah Rafael di Perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan.