Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi soal Politik Identitas dan Masjid Berlanjut, Partai Ummat Ingin Temui Bawaslu

Kompas.com - 22/02/2023, 08:24 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, bahwa partai anyar itu adalah "politik identitas" berbuntut panjang dan menuai kontroversi.

Terlebih, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sempat bereaksi. Belakangan, Partai Ummat merespons reaksi Bawaslu itu dan melontarkan keinginan untuk berdialog meluruskan maksud pernyataan Ridho.

Reaksi Bawaslu

Sebelumnya, dalam pidato di Rakernas Partai Ummat pekan lalu, Ridho menyampaikan pendapatnya bahwa politik tak bisa dipisahkan dari agama.

"Sedangkan nilai-nilai moralitas agama memberikan referensi yang absolut yang permanen yang tidak pernah berubah lintas zaman, lintas generasi. Kemudian kalau kita pisahkan dari politik, maka politik kita yang tanpa arah, politik yang nanti referensinya kebenaran yang relatif situasional," ujar Ridho.

Baca juga: Partai Ummat Ingin Dialog dengan Bawaslu, Jelaskan Maksud Usung Politik Identitas

Atas dasar itu, Ridho berani menyebut Partai Ummat menganut politik identitas. Menurut Ridho, politik identitas adalah politik yang Pancasilais.

Dalam pidatonya, Ridho juga menyinggung bahwa politik gagasan semestinya tidak dilarang di masjid. Sebab, menurut dia, hal yang seharusnya dilarang di masjid adalah politik provokasi.

“Yang seharusnya dilarang di masjid bukan lah politik gagasan, tapi politik provokasi. Keduanya sangat berbeda,” kata Ridho.

Bawaslu pun bereaksi, mengingatkan Partai Ummat untuk tidak menggunakan masjid sebagai sarana politik praktis jelang Pemilu 2024.

"Kami mengingatkan kepada teman-teman, khususnya Partai Ummat," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).

"Untuk tidak menggunakan tempat ibadah sebagai sarana untuk melakukan kampanye dan juga ajang untuk menyerang satu sama lain," lanjutnya.

Ia kembali menegaskan bahwa bangsa ini harus memetik banyak pelajaran dari keterbelahan sosial akibat eksploitasi politik identitas pada Pilpres 2019 silam.

"Tempat ibadah adalah milik bersama bangsa Republik Indonesia, tempat bersama milik umat beragama yang pilihan umat beragama bukan hanya satu partai," sebut Bagja.

Baca juga: Hendak Diusung Partai Ummat sebagai Capres, Gatot Nurmantyo: Sekarang Belum Waktunya

"Apa jadinya nanti jika semua partai melakukan politik identitas di masjid, gereja, pura, wihara dan saling menyerang dengan itu?" ia menambahkan.

Bagja khawatir bahwa pemakaian politik identitas akan semakin memperparah keterbelahan dan konflik sosial.

Ia memberi contoh, tanpa politik identitas pun, masyarakat di akar rumput sudah mengalami konflik dalam keseharian mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com