Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Muhammadiyah Sebut Perumusan RUU Kesehatan Tabrak Etika Tata Krama Politik dan Hukum

Kompas.com - 08/02/2023, 13:02 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengungkapkan, perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan telah menabrak etika tata krama politik dan hukum.

Sebab, ia beranggapan, perumusan RUU Kesehatan tidak banyak melibatkan organisasi profesi dan masyarakat secara proporsional yang terdampak langsung atas perubahan tersebut.

Padahal, menurutnya, perumusan RUU hendaknya dilakukan dengan sopan santun tanpa menabrak prosedur perumusan yang tertib, yakni memberikan ruang untuk berdiskusi.

"Semua ini menggambarkan bahwa sopan santun, etika tata krama politik dan hukum sekaligus, justru ditujukkan secara terang-terangan ditabrak oleh pemerintah bersama dengan DPR," kata Busyro saat ditemui di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Baca juga: RUU Kesehatan Omnibus Law: Diprotes IDI dan Partai Buruh, tapi Tetap Digas DPR

Kurangnya keterlibatan masyarakat, kata Busyro, juga terjadi dalam perumusan beberapa produk hukum sebelumnya, antara lain UU Cipta Kerja, UU ITE, UU KPK, dan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK).

Perumusan UU Cipta Kerja misalnya, diputuskan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap cacat secara formal dan cacat prosedur.

Namun, akhirnya pemerintah justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja dengan alasan kegentingan yang memaksa.

"Saya sebut misalnya UU Cipta Kerja, setelah dinyatakan inskonstitusional, justru lebih inskonstitusional lagi lewat Perppu Cipta Kerja. Nah, sekarang mendadak ada ini (RUU Kesehatan), dan ada UU pengaturan keuangan juga," ujar Busyro.

Baca juga: Baleg Setuju Bawa RUU Kesehatan Omnibus Law ke Paripurna sebagai Usulan Inisiatif DPR

Kemudian, Busyro mengatakan, adanya pasal-pasal "bermasalah" dalam RUU Kesehatan juga mencerminkan produk hukum tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai fundamental yang menjadi komitmen bangsa dan negara, yaitu daulat rakyat.

Ia juga lantas menyebut adanya RUU Kesehatan tanpa partisipasi publik itu sebagai bentuk kolonialisasi.

"Kolonialisasi tidak bisa lagi dibaca secara sempit sebagai penjajahan fisik seperti ratusan tahun yang lalu yang dialami Indonesia. Tetapi kolonialisasi sekarang ini semakin terwujud dalam politik hukum di indonesia," kata Busyro.

Lebih lanjut, ia mengajak pemerintah dan DPR RI meninjau ulang RUU Kesehatan untuk dilakukan kajian mendalam.

Ia bahkan mengaku bersedia melakukan kajian tentang kesehatan yang lebih esensial dan sesuai dengan filosofi awalnya, yaitu pemenuhan hak dasar bidang kesehatan.

Baca juga: PP Muhammadiyah dan 7 Organisasi Tolak RUU Kesehatan, Minta Pemerintah-DPR Tinjau Ulang

Busyro juga menegaskan akan memantau proses legislasi RUU Kesehatan bersama organisasi profesi dan kesehatan yang memiliki keterlibatan langsung.

"Kami bergandengan tangan dengan pihak-pihak yang yang punya concern terhadap RUU tentang Kesehatan untuk memantau proses legislasinya, dan termasuk di dalamnya sharing pengalaman serta menyediakan ahli yang kompeten dalam diskursus tentang kesehatan," ujarnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com