JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan Omnibus Law dibawa ke Rapat Paripurna agar disetujui sebagai inisiatif DPR.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menyampaikan, dari 9 fraksi di Parlemen, mayoritas menyetujui RUU Kesehatan itu dibawa ke rapat paripurna.
"Dari 9 fraksi sudah membacakan pandangan mini fraksinya, dan 8 menyatakan persetujuan untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yakni di paripurna menjadi usulan inisiatif DPR dengan beberapa catatan. Tentu catatan itu bisa dibuka lagi pada saat pembahasan," kata Achmad Baidowi atau Awiek di Gedung DPR, Selasa (7/2/2023) malam.
Pria yang karib disapa Awiek ini mengatakan, fraksi yang tak setuju adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurutnya, pendapat PKS tetap didengarkan sebagai bentuk dari demokrasi.
Baca juga: Baleg Setuju Bawa RUU Kesehatan Omnibus Law ke Paripurna sebagai Usulan Inisiatif DPR
Ia juga mengklaim telah melibatkan partisipasi publik dalam penyusunan RUU tersebut.
Padahal, pembentukan RUU Kesehatan Omnibus Law masih menimbulkan pro dan kontra.
Salah satunya dari IDI, yang sejak awal menganggap aturan tersebut bakal merugikan para pekerja di bidang kesehatan.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto telah menyampaikan penolakannya atas RUU Kesehatan.
Ia bahkan mengancam bakal melakukan protes lebih masif, jika DPR kekeh melakukan proses pengesahan.
“Kami akan melakukan aksi penolakan yang mungkin lebih masif dengan organisasi profesi kesehatan lain, dan organisasi kemasyarakatan,” ujar Slamet dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Ia lantas mengungkapkan tiga alasan IDI menolak RUU Kesehatan. Pertama, undang-undang keprofesian dicabut.
“Perlu diketahui di seluruh negara di dunia, semua ada undang-undangnya, undang-undang kedokteran, undang-undang keperawatan, dengan Omnibus Law ini akan dicabut semua,” katanya.
Baca juga: Banyak Versi Draf RUU Kesehatan, Anggota DPR Tuding Menkes Main Belakang
Kedua, RUU Kesehatan memberikan kewenangan uji kompetensi dokter dan tenaga kesehatan lain diserahkan pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemerintah daerah.
Dalam pandangannya, hal itu merupakan ranah IDI dan organisasi keprofesian kesehatan yang lain.