Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Rumuskan Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 13/01/2023, 20:21 WIB
Ardito Ramadhan,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan, pemerintah masih merumuskan pengembalian hak bagi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu sebagai salah bagian penyelesaian secara nonyudisial.

"Tunggu saja, sedang dirumuskan, ada timnya ya," kata Ma'ruf seusai acara Ijtima Ulama Nusantara di Jakarta, Jumat (13/1/2023).

Ma'ruf mengatakan, pemerintah akan menyusun ketentuan mengenai apa yang mesti dilakukan untuk mengembalikan hak para korban yang terlanggar haknya.

Ia menyebutkan, penyelesaian pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintah saat ini masih bersifat nonyudisial atau tanpa melalui jalur pengadilan.

Baca juga: Pemerintah Diingatkan Proses Hukum Kasus HAM Berat Kewajiban Konstitusional

Ma'ruf pun memaklumi bahwa langkah pemerintah saat ini belum bisa memuaskan semua pihak.

"Tentu saja ya, tidak semua yang diinginkan itu bisa jadi dipenuhi karena ini kan sifatnya penyelesaian HAM," ujar mantan ketua Majelis Ulama Indonesia itu.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, pemerintah akan segera menggelar rapat untuk membahas langkah konkret pemulihan korban pelanggaran HAM berat.

"Dalam waktu dekat ini Presiden atau kabinet akan melakukan rapat khusus bicara tentang ini. Dan nanti akan dibagi tugas oleh presiden," kata Mahfud, Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Komisioner Baru Komnas HAM Diminta Tancap Gas Selesaikan Utang Kasus HAM Berat

"Menteri A melakukan rekomendasi nomor sekian atau jenis pemulihan nomor sekian, menteri B nomor sekian, menteri C nomor sekian, LPSK nomor sekian, dan seterusnya. Kita bagi tugasnya dan diberi target waktu," ujar dia.

Selain itu, pemerintah juga akan membentuk satuan tugas untuk mengawal proses pemulihan korban pelanggaran HAM berat.

Pemulihan korban pelanggaran HAM berat ini merupakan salah satu rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM).

Baca juga: Jokowi Klaim Penyelesaian Kasus HAM Berat Masa Lalu Jadi Perhatian Serius Pemerintah

Saat menerima laporan Tim PPHAM pada Rabu (11/1/2023) lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan pengakuan dan penyesalan negara atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," kata Jokowi.

Ada 12 pelanggaran HAM berat yang dimaksud Jokowi, yakni peristiwa 1965-1966; penembakan misterius (1982-1985); peristiwa Talangsari, Lampung (1989); peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis, Aceh (1989); peristiwa penghilangan orang secara paksa (1997-1998).

Kemudian, kerusuhan Mei (1998); peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II (1998-1999); peristiwa pembunuhan dukun santet (1998-1999); peristiwa Simpang KKA, Aceh (1999); peristiwa Wasior, Papua (2001-2002); peristiwa Wamena, Papua (2003); dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh (2003).

"Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com