Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Disebut Butuh Perombakan, Batasi Jumlah Hakim Agung

Kompas.com - 24/09/2022, 06:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa Mahkamah Agung (MA) memerlukan perombakan dalam waktu dekat.

Operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (21/9/2022) malam yang menyeret Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan 5 pegawai MA lainnya dianggap kian menegaskan kebutuhan tersebut.

"Harus ada perombakan total di Mahkamah Agung, terutama dalam membatasi jumlah hakim agung," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

"Mestinya, dengan perkembangan zaman saat ini, jumlah hakim cukup 7 atau 9 orang saja," ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Terima Suap Rp 800 Juta Terkait Pengurusan Perkara di MA

Pada 19 Oktober 2021, jumlah hakim agung bertambah jadi 51 orang yang terbagi dalam beberapa kamar, yakni pimpinan 3 orang, kamar pidana 15 orang, kamar perdata 16 orang, kamar agama 7 orang, kamar militer 4 orang, dan kamar TUN 6 orang.

Jumlah tersebut masih di bawah jumlah ideal yang ditetapkan oleh UU Mahkamah Agung, yaitu 60 orang.

Feri juga menyoroti perlunya evaluasi dalam proses seleksi calon hakim agung, supaya hakim yang dilantik betul-betul mereka yang tanpa cacat integritasnya.

"(Agar muncul hakim agung) yang kita ketahui kapasitas dan integritasnya dalam membuat putusan serta rekam kariernya di masa lalu," kata Feri.

Baca juga: Sebelum Datangi KPK, Sudrajad Dimyati Sempat Berkantor di MA Jumat Pagi

Sementara itu, ditetapkannya Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus suap membuat publik menilai bahwa Mahkamah Agung pro korupsi.

Pasalnya, sebelum menjadi Hakim Agung, Sudrajad Dimyati pernah tersangkut dugaan lobi-lobi politik.

Isu mengenai dugaan lobi di toilet DPR itu terjadi di sela-sela uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Hakim Agung MA pada 18 September 2013.

"Saya pikir ada korelasinya ya antara sikap Mahkamah Agung yang sangat pro korupsi dengan apa yang terjadi dalam perkara (OTT) ini," ujar Feri.

Korelasi itu, kata Feri, terdapat pada indikasi bahwa terdapat tradisi koruptif dalam penyelesaian perkara di MA yang kental nuansa suap, sebagaimana turut diungkapkan salah satu pengacara yang terjaring OTT KPK Rabu malam, Yosep Parera.

Baca juga: Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Pertama yang Jadi Tersangka KPK

Yosep Parera mengakui bahwa ada pihak yang menawarkan untuk membantu pengurusan sebuah perkara di MA dan tak memungkiri bahwa pengurusan perkara yang bergulir di MA itu dibarengi dengan permintaan sejumlah uang.

Bahkan, Yosep bersama pengacara lain, Eko Suparno juga mengaku telah memberikan uang kepada seseorang di MA untuk pengurusan perkara tersebut.

Di sisi lain, MA beberapa kali dikritik karena memangkas vonis bagi terpidana, termasuk terpidana korupsi.

Salah satu "sunat vonis" yang paling disorot adalah dipangkasnya vonis atas eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari 9 menjadi 5 tahun penjara.

Baca juga: MA Berhentikan Sementara Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com