Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Belum Tahu Isi Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Kasus HAM Berat Nonyuridis

Kompas.com - 18/08/2022, 18:34 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan belum menerima informasi secara rinci terkait Keputusan Presiden (Keppres) Joko Widodo tentang pembentukan tim penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yuridis.

"Sampai hari ini tim itu akan bekerja untuk apa, metode kerjanya bagaimana serta siapa isi dari tim itu nama orang-orangnya, kami Komnas HAM belum mengetahuinya," kata Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin saat ditemui di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2022).

Ia menegaskan, Komnas HAM masih menunggu salinan Keppres tersebut dapat diakses dan melakukan penelaahan lebih dalam atas keputusan yang diumumkan dalam pidato presiden Jokowi 16 Agustus 2022.

Baca juga: Belum Lindungi Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai, Ini Penjelasan LPSK

"Kami ingin sampaikan, karena kita belum mengetahui jadi kita tunggu saja diumumkan dulu," ujar Amiruddin.

Saat ini, Komnas HAM masih bekerja sesuai dengan pedoman Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Dalam UU tersebut, pelanggaran HAM berat harus diadili melalui mekanisme pengadilan.

"Secara hukum sampai hari ini untuk menyelesaikan dugaan terjadinya HAM yang berat Sesuai Undang-Undang 26 Tahun 2000 hanya pengadilan HAM," imbuh Amiruddin.

Baca juga: Jokowi Didesak Batalkan Keppres Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

"Untuk cara yang lain belum ada aturan atau prosedurnya. Maka dari itu, kita konsentrasi saja kepada tugas pokoknya sebagaimana Undang-Undang 26 tahun 2000 yaitu sebagai penyelidik pelanggaran berat HAM dalam kerangka kriminal justice sistem karena ini kejahatan," kata dia.

Amiruddin menduga, Keppres yang diteken presiden Jokowi bisa merujuk pada Pasal 47 UU Nomor 26 Tahun 2000 yaitu jalur non-yuridis dengan mekanisme Komisi Kebenaran Rekonsiliasi.

Namun dugaan tersebut harus dipastikan langsung dengan cara melihat isi Keppres yang disebut sudah diteken oleh Kepala Negara.

Baca juga: Alasan Komnas HAM Baru Bentuk Tim Ad Hoc saat Kasus Munir Mendekati Kedaluwarsa

"Tapi Komnas HAM juga menyadari, bahwa dalam Undang-Undang 26 tahun 2000 itu pada Pasal 47 dinyatakan bahwa tidak ditutup kemungkinan adanya jalan di luar pengadilan melalui mekanisme komisi kebenaran rekonsiliasi (KKR). Pertanyaannya apakah dimaksud pasal 47 itu yang dimaksud pak Presiden? Saya tidak memiliki info cukup untuk itu," ucap Amiruddin.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Ini Jokowi sampaikan dalam pidatonya di sidang tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Baca juga: Pentingnya Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kasus Kematian Brigadir J

"Keppres (Keputusan Presiden) Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani," ujar Jokowi.

Dia mengatakan, pemerintah serius dalam memperhatikan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com