JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum dan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya tidak diberi kewenangan mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3).
Menurutnya, amat wajar jika ada kekhawatiran SP3 di KPK bakal menimbulkan penilaian negatif dari publik.
"Kenapa karena ada penelitian yang bilang bahwa SP3 inilah yang menjadi salah satu tempat untuk memperjualbelikan perkara," kata Bivitri dalam acara "Apa Kabar Pemberantasan Korupsi dengan UU KPK Baru", Senin (19/4/2021).
Lebih lanjut, menurut dia, MK pernah menerbitkan putusan yang menyatakan bahwa sah bagi KPK untuk tidak mengeluarkan SP3. Namun ternyata kewenangan SP3 itu termuat di UU KPK.
Baca juga: ICW: SP3 KPK Bertentangan dengan Putusan MK
Selain itu, Bivitri juga menyoroti kepemimpinan KPK saat ini yang didominasi staf atau pejabat kepolisian.
"Kita juga tahu masalahnya tidak hanya di revisi UU ternyata tapi soal kepemimpinan KPK, yang ternyata juga membuat sekarang KPK didominasi oleh staf atau pun, bahkan pejabat dari kepolisian," ujarnya.
"Di sini kita tidak bicara soal like and dislike polisi tapi kita berbicara soal independensi KPK," sambungnya.
Sebelumnya, Revisi UU KPK telah diundangkan pada 17 Oktober 2019 lalu.
Namun sejumlah pihak mengajukan permohonan uji formil atas UU KPK, salah satunya mantan komisioner KPK Laode M Syarif.
Akan tetapi, sudah lebih dari satu tahun perkara uji materi tersebut belum juga diputuskan oleh MK.
Baca juga: KPK SP3 Kasus Sjamsul Nursalim, Mahfud Pastikan Pemerintah Bakal Kejar Asetnya
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango pun pernah mempertanyakan belum terbitnya peraturan presiden terkait supervisi KPK.
Perpres tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2019 tentang KPK yang telah berlaku selama satu tahun.
"Genap setahun tanggal 17 Oktober kemarin diundangkannya revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, tapi perpres supervisi yg diamanatkan dalam Pasal 10 Ayat (2) belum juga diterbitkan," kata Nawawi dalam keterangan tertulis, Selasa (20/10/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.