Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Siti Fadilah yang Kontroversial, Jadi Relawan Vaksin Nusantara hingga Wawancara dengan Deddy Corbuzier

Kompas.com - 17/04/2021, 04:16 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah Supari, seolah tak pernah lepas dari kontroversi.

Pertengahan 2017, Siti menghebohkan publik lantaran tersandung kasus penyalahgunaan wewenang ketika masih menjabat sebagai menteri.

Pada medio 2020, ia muncul di hadapan khalayak melalui wawancara yang ditayangkan YouTube Deddy Corbuzier.

Baru-baru, ini namanya kembali ramai diperbincangkan lantaran terseret polemik vaksin Nusantara.

1. Relawan vaksin Nusantara

Siti turut menjadi relawan vaksin yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu.

Baca juga: Ini Alasan Siti Fadilah Jadi Relawan Vaksin Nusantara yang Dianggapnya Penelitian

Ia melibatkan diri karena mengaku mendukung penelitian Terawan meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga kini belum mengeluarkan izin uji klinis fase II atas vaksin tersebut.

"Saya menghargai pendapat dokter Terawan yang saya sudah kenal. Dia seorang researcher. Nah, saya mendukung dengan cara mengikuti penelitian ini. Karena ini baru penelitian," kata Siti dikutip dari Kompas TV, Kamis (15/4/2021).

Siti mengatakan, para relawan vaksin Nusantara masih mengikuti tahap penelitian, belum sampai divaksinasi.

Ia mengaku sudah melakukan proses pengambilan sampel darah untuk uji klinis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, pada Kamis (15/4/2021).

"Ini penelitian. Bukan vaksinasi, tapi penelitian," ujar dia.

Baca juga: BPOM Sudah Selesai Menilai Vaksin Nusantara, Tak Akan Beri Perhatian Lagi

Siti mengaku memiliki komorbid atau penyakit bawaan sehingga tidak bisa menerima vaksin Covid-19 yang sudah ada.

Oleh karena itu, meski vaksin Nusantara belum mendapat izin BPOM, Siti berharap bisa mendapat vaksin melalui penelitian vaksin Nusantara.

"Saya orang tua yang mempunyai komorbid, saya tahu tidak bisa dengan vaksin yang ada. Nah ini ada suatu harapan atau kemungkinan bahwa ini lebih personal dan memang harus personal," kata dia.

Adapun BPOM hingga saat ini BPOM belum mengeluarkan izin persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) fase II vaksin Nusantara karena sejumlah alasan.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, sejumlah syarat belum dipenuhi oleh vaksin tersebut. Syarat yang dimaksud di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

BPOM bahkan sudah jauh-jauh hari menemukan kejanggalan dalam penelitian vaksin ini.

Baca juga: Ini Sponsor Vaksin Nusantara yang Diprakarsai Eks Menkes Terawan

Maret lalu, Penny Lukito mengatakan bahwa penelitian vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah medis.

Hal itu karena terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com