Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MA soal Pilpres Dinilai Kedaluwarsa dan Berlawanan dengan Putusan MK

Kompas.com - 08/07/2020, 11:28 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 44 Tahun 2019 terkait aturan pemilihan presiden-wakil presiden atau pilpres.

Putusan ini menyatakan bahwa Pasal 3 Ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 bertentangan dengan Pasal 416 Ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal yang dinyatakan bertentangan dengan UU itu mengatur soal penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon.

Peneliti Kode Inisiatif, Ihsan Maulana menyebutkan, putusan MA berlawanan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan perkaranya kedaluwarsa.

Baca juga: Putusan MA Dinilai Tak Batalkan Penetapan Jokowi-Maruf sebagai Pemenang Pilpres

Selain itu, akibat putusan tersebut, muncul potensi konflik dalam keadilan pemilu.

"Putusan MA tersebut menarik untuk ditinjau relevansinya terkait tiga hal, yakni pertama, pertimbangan MA tidak sama sekali mempertimbangkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia," kata Ihsan melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (7/7/2020).

"Kedua, pengujian yang diajukan kedaluwarsa. Dan ketiga, potensi timbulnya konflik baru dalam electoral justice system di Indonesia," tuturnya.

Ihsan mengatakan, putusan MK yang berlawanan dengan putusan MA ialah, pertama, Putusan MK Nomor 50 Tahun 2014 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Kedua, Putusan MK Nomor 36 Tahun 2019 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca juga: Yusril: Kalau Hanya 2 Paslon dan Diulang Terus, Tak Jelas Kapan Pilpres Berakhir

Dua Putusan MK itu pada pokoknya menafsirkan bahwa apabila terdapat lebih dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pilpres, maka paslon terpilih adalah paslon yang memperoleh suara terbanyak sehingga tidak perlu dilakukan pemilihan putaran kedua.

"Sayangnya putusan MK tersebut tidak sama sekali dijadikan dasar pertimbangan oleh MA dalam memutuskan uji materil Pasal 3 Ayat (7) PKPU 5/2019. Padahal Putusan MK merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat untuk menguji UU terhadap UUD 1945," ujar Ihsan.

Akibat putusan MA, menurut Ihsan, Pasal 3 Ayat (7) PKPU 5/2019 tak lagi berlaku.

Artinya, dalam hal Pilpres hanya terdapat 2 paslon, syarat keterpilihan yakni paslon harus memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara sah dalam Pemilu dan mendapat paling sedikit 20 persen suara di setiap provinsi tersebar di lebih dari 50 persen jumlah provinsi di Indonesia.

Ihsan melanjutkan, pengujian perkara tersebut seharusnya tidak dapat diterima karena kedaluwarsa.

Baca juga: Yusril Sebut Putusan MA soal Pilpres Tak Batalkan Kemenangan Jokowi-Maruf

Pasal 76 UU Pemilu telah mengatur bahwa jika Peraturan KPU diduga bertentangan dengan UU Pemilu, maka keberatan dapat diajukan paling lambat 30 hari sejak PKPU diundangkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com